Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perindustrian akan meningkatkan porsi pengelolaan kawasan industri oleh pemerintah dari saat ini hanya 6 persen menjadi 50 persen dari seluruh total kawasan di Indonesia. Untuk itu, pemerintah akan membentuk Badan Layanan Umum (BLU) pengelola kawasan industri guna mewujudkan rencana itu.
Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI) Kemenperin, Imam Haryono mengatakan harapan pemerintah adalah 50 persen kawasan industri di Indonesia bisa dikelola pemerintah.
kementerian Perindustrian mencatat saat ini total luas kawasan industri di seluruh Indonesia mencapai 50.254 hektare. Dari angka tersebut, hanya sekitar 6 persen atau 3.015 hektare kawasan industri yang dikelola oleh pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN), antar alain di Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) atau Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP). Sementara 94 persen sisanya dikelola oleh pengembang swasta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan adanya pembentukan BLU ini, kami harap harga lahan industri semakin murah mengingat BLU ini sifatnya non profit, beda dengan yang dikenbangkan swasta yang mengejar keuntungan. Implikasinya, kami harap banyak yang mau membangun industrinya di kawasan-kawasan industri kelolaan BLU itu," jelas Imam di Jakarta, Senin (2/11).
Lebih lanjut, ia mengatakan kalau selama ini harga lahan industri di Jakarta rata-rata sebesar US$ 119 per meter persegi, atau lebih mahal dibanding kota lain seperti Bangkok (US$ 119), Shanghai (US$ 158), dan Manila (US$ 102), sehingga Kemenperin menilai harga lahan industri harus lebih murah. Kendati demikian, Imam belum membuat kajian mengenai perbedaan harga lahan yang nantinya dikelola pemerintah maupun swasta.
"Yang pasti lebih murah, karena BLU itu tidak profit oriented. Dan itu memang sudah kewajiban pemerintah sediakan kawasan industri karena secara finansial kita sudah mampu," tambahnya.
Selain karena sifat BLU yang tidak berorientasi profit, lebih murahnya harga lahan kawasan industri kelolaan pemerintah juga disebabkan oleh terintegrasinya kawasan itu dengan proyek-proyek infrastruktur milik kementerian-kementerian teknis.
"Selama ini kan pengembang swasta itu harus bikin pelabuhan sendiri atau infrastruktur sendiri kalau mau bangun kawasan industri. Ini kan sudah sinkron dengan kebijakan kementerian teknis, jadi harga lahan diupayakan bisa lebih murah," terang Imam.
Pembentukan BLU ini, lanjutnya, akan dilaksanakan setelah Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kawasan Industri pengganti PP 24 tahun 2009 yang rencananya terbit pada akhir bulan ini. Setelah itu, pemerintah rencananya akan menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait pengelolaan industri oleh pemerintah.
"Kendati demikian kita belum bisa targetkan kapan hal itu bisa terealisasi. Karena membangun kawasan industri itu seperti maraton, nanti kita juga sesuaikan peningkatan proporsi pengelolaan pemerintah dengan dana yang dimiliki," jelas Imam.
Sebagai informasi, pengelolaan kawasan industri oleh pemerintah di Indonesia yang sebesar 6 persen terbilang lebih kecil dibandingkan negara-negara Asia lainnya, contohnya Taiwan (90 persen), Singapura (85 persen), Jepang (85 persen), atau Malaysia (78 persen).
Selama lima tahun ke depan, Kemenperin sendiri berencana untuk mengembangkan 14 kawasan industri di luar pulau Jawa dalam jangka waktu lima tahun ke depan. Kawasan-kawasan industri itu antara lain adalah Teluk Bintuni di Papua Barat, Buli di Maluku Utara, Morowali dan Palu di Sulawesi Tengah, Bitung di Sulawesi Utara, Bantaeng di Sulawesi Selatan, Konawe di Sulawesi Tenggara, Batulicin dan Jorong di Kalimantan Selatan, Ketapang dan Landak di Kalimantan Barat, Sei Mangkei dan Kuala Tanjung di Sumatera Utara, dan Tanggamus di Lampung.
Pada perencanaanya, akan ada tiga kawasan industri yang akan dikelola langsung oleh pemerintah yaitu Kuala Tanjung, Palu dan Bitung. Sedangkan 11 kawasan industri lainnya rencananya akan dikelola oleh swasta.
(ags)