ICW Mulai Soroti Praktik Calo Jual-Beli Gas Pipa

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Selasa, 03 Nov 2015 14:53 WIB
Skema jual-beli bertingkat yang ada, menurut ICW hanya menyuburkan munculnya praktik tak sehat di bisnis gas nasional yang membuat pembeli rugi.
Skema jual-beli bertingkat yang ada, menurut ICW hanya menyuburkan munculnya praktik tak sehat di bisnis gas nasional yang membuat pembeli rugi. (Dok. Pertagas).
Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mulai mencermati praktik percaloan dalam jual-beli gas pipa yang masih terjadi saat ini. Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas menegaskan skema jual-beli bertingkat yang ada, hanya menyuburkan munculnya praktik tak sehat di bisnis gas nasional.

Firdaus menyebut dengan rantai distribusi gas yang panjang akan menimbulkan inefisiensi dan praktek rente.

"Selain itu, dengan semakin panjang rantai distribusi maka semakin mahal harga yang sampai ke end user. Dampak ke penerimaan negara juga semakin berkurang, karena margin sudah diambil para trader," kata Firdaus, Selasa (3/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pernyataan Firdaus tersebut berkaitan dengan munculnya dokumen yang menjelaskan pola penjualan gas yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) melalui sejumlah anak usahanya, seperti PT Pertamina EP dan PT Pertagas yang melibatkan sejumlah trader.

Dokumen ‘Pengaturan Harga Gas Bumi’ yang dirilis Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) pada Oktober 2015 mensinyalir Pertamina sebagai salah satu penyebab tingginya harga gas di pasaran. Selain itu, pola yang diterapkan perusahaan migas pelat merah dalam bisnis gas tersebut menyebabkan munculnya trader gas bertingkat yang membuat harga gas di konsumen sangat tinggi.

Praktek trader gas bertingkat itu menyebabkan tidak bisa dilakukan kontrol terhadap selisih harga gas dari pasok (harga gas hulu) dengan harga gas di konsumen.

"Dengan tidak terkontrolnya selisih harga dari pasok dan harga di konsumen, memungkinkan selisih harga gas ini menjadi besar, yang memungkinkan menciptakan banyak trader pada rantai transaksi dari pemasok sampai ke konsumen," tulis dokumen tersebut.

Firdaus menambahkan, di beberapa daerah seperti Jawa Timur, jalur-jalur distribusi gas dikuasai trader. Padahal mereka tidak punya infrastruktur sama sekali dan hanya bermodalkan kedekatan politik dan kekuasaan dan itu terus dilegalkan.

"Dampak buruknya tidak hanya konsumen tapi bisa juga sampai ke PT PLN (Persero). Ini terjadi karena tata kelola yang salah kaprah sehingga menyuburkan praktek rente," tandasnya.

Ia mengingatkan jika distribusi gas dimiliki oleh mereka yang memiliki relasi kekuasaan kuat, bahkan sebagian besar mereka yang ada di partai politik, maka makin susah dilakukan efisiensi.

"Ke konsumen mahal, negara tidak mendapat maksimal. Padahal ini sektor energi primer, ujungnya juga bisa menambah laju inflasi. Industri juga seperti industri baja, petrokimia, keramik dirugikan karena harga gas jadi mahal akibat ulah trader," tandasnya. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER