Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesian Resources Studies (IRESS) menuntut transparansi dari PT PLN (Persero) dalam menghitung biaya pokok listrik dan biaya operasional perusahaan di tengah rencana pemerintah memangkas subsidi listrik golongan terendah.
Pengamat Energi dari IRESS, Marwan Batubara menyoroti rencana pemerintah yang akan mengurangi jumlah pelanggan listrik berdaya 450 volt ampere (va) dan 900 va. Menurutnya, seharusnya pemerintah mengupayakan sosialisasi terlebih dahulu sebelum mengeksekusi rencana tersebut.
"Harus diingat bahwa bukan berarti dengan mengeluarkan kebijakan itu pemerintah tidak lagi memberikan subsidi listrik. Karena dasarnya dalam APBN 2016, masih ada subsidi listrik Rp 38,4 triliun," ujar Marwan di Jakarta, Kamis (5/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, lanjut Marwan, pemerintah dan PLN perlu melakukan sensus terlebih dahulu agar alokasi subsidi listrik ke depannya menjadi lebih tepat sasaran. "Karena kalau tidak akan percuma saja program ini," katanya.
Selain itu, Marwan menilai diperlukan komitmen dan konsistensi dari pemerintah untuk merealisasi program pengurangan jumlah pelanggan listrik berdaya 450 va dan 900 va.
"Yang pasti pemerintah harus konsisten terhadap kebijakan yang telah dibuat. Ini masalah klasik yang sampai sekarang belum kelar-kelar dan membenahi," katanya.
PLN Tidak BeresMarwan menambahkan catatan buat PLN, yakni terkait pentingnya transparansi perseroan dalam menghitung keseluruhan biaya listrik, baik biaya pokok maupun biaya operasional.
Menurutnya, dengan besarnya rasio biaya pokok listrik yang mencapai 91 persen, manajemen PLN belum maksimal melakukan efisiensi berupa penggunaan sumber energi primer (energy mix).
"Ini juga menjadi masalah. Rasio biaya pokok PLN itu 91 persen, sementara di luar negeri rata-ratanya 82 peraen. Jadi ada yang tidak beres," kata Marwan.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal DKI Jakarta, Abdul Aziz Khafia meminta pemerintah mengubah status usaha PLN menjadi perusahaan publik tertutup (non listed public company).
"Karena pada dasarnya pembentukkan konsep tersebut merupakan bentuk dari pelaksanaan dari good corporate governance. Tapi pemerintah juga harus hati-hati. Apalagi soal pemberlakuan pengurangan jumlah pelanggan listrik 450 va dan 900 va. Intinya pemerintah jangan takut rugi untuk masyarakat," kata Abdul.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana mengurangi jumlah pelanggan listrik golongan 450 va dan 900 va sebanyak 22,3 juta rumah tangga dari total pelanggan saat ini 45 juta rumah tangga.
Pasalnya, berdasarkan catatan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), pelanggan listrik yang diperbolehhkan memakai dua klasifikasi tersebut hanya mencapai 24,7 juta rumah tangga, atau sesuai dengan kategori masyarakat miskin di Indonesia.
Untuk itu, pemerintah bersama TNP2K dan PT PLN (Persero) akan menyaringnya dengan melakukan sensus secara langsung dalam waktu dekat.
(ags)