Pelemahan Harga Minyak Diyakini Berlanjut Sampai Tahun Depan
Irene Inriana & Antara | CNN Indonesia
Jumat, 20 Nov 2015 11:02 WIB
Bagikan:
url telah tercopy
Kegiatan pengeboran di sektor hulu PT Pertamina (Persero). (Dok. Pertamina)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menyusul kekhawatiran mengenai adanya kelebihan pasokan untuk beberapa waktu mendatang, harga minyak mentah di pasar West Texas Intermediate (WTI) terus menunjukkan pelemahan dan bertengger di level US$ 40 dolar per barel, Jumat (20/11).
Padahal, dalam pernyataan Menteri Perminyakan Saudi Arabia, Ali al-Naimi, Kamis (19/11), angka produksi minyak global diprediksi bakal kehilangan empat juta barel per hari akibat penurunan produksi alami (decline rate).
Sedangkan untuk harga minyak kontrak Januari 2016 di pasar ICE Brent, London tercatat mengalami penaikan tipis sebesar US$ 4 sen ke level US$ 44,18 per barel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah analis berpendapat, terus menurunnya harga minyak mentah sejak beberapa bulan terakhir didasarkan pada diabaikannya desakan Menteri Minyak Saudi Ali al-Naimi kepada para produsen untuk bekerja sama "menstabilkan" pasar minyak.
"Pasar tidak menempatkan banyak kepentingan dalam komentar Menteri Minyak Saudi Ali al-Naimi bahwa Arab Saudi bekerja sama dengan produsen lain untuk menstabilkan harga minyak, melihat komentar itu sebagai lebih dari pernyataan 'keibuan' jangka panjang daripada komitmen untuk tindakan segera," kata Tim Evans, analis energi pada Citi Futures.
Sementara kepala strategi komoditas di TD Securities, Bart Melek mengatakan, anjloknya harga minyak ke level US$ 40 dolar per barel telah menjadi sentimen negatif yang secara psikologis akan berdampak pada perdagangan teknikal.
Melek mengungkapkan, turunnya nilai tukar dolar kemarin juga memberikan dukungan terhadap anjloknya harga minyak, yang diperdagangkan di pasar internasional dalam mata uang AS.
"Risiko adalah bahwa kita dapat melewati posisi terendah yang baru-baru ini tercapai di musim panas," katanya.
Menyusul fenomena ini, para analis meyakini kelebihan pasokan akan berlanjut hingga jauh memasuki 2016. Ini tak lepas dari masih tingginya angka produksi minyak AS dan negara-negara di kawasan Timur-Tengah termasuk anggota Organisasi Pengeksor Minyak Internasional (OPEC).