Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) menilai cadangan terbukti dari 15 wilayah kerja panas bumi yang dimiliki PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) sebesar 1.000 megawatt (MW), merupakan bekal utama perusahaan migas pelat merah tersebut untuk menjadi pemimpin perusahaan panas bumi di Indonesia.
Abadi Poernomo, Ketua API mengatakan PGE belum mengoptimalkan seluruh cadangan panas bumi yang terkandung di 15 wilayah kerja miliknya.
"Dengan sisa WKP yang ada, Pertamina diperkirakan masih mempunyai
proven reserve sekitar 1.000 MW. Jika dikerjakan dengan optimal tentunya target yang dicanangkan bisa mudah dicapai," kata Abadi, Rabu (2/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Abadi, jika PGE bisa mengoptimalkan cadangan tersebut maka bukan tidak mungkin anak usaha PT Pertamina (Persero) itu menjadi produsen panas bumi terbesar di dunia di kemudian hari.
Kapasitas listrik yang diproduksi PGE pada 2017 diprediksi sudah melewati produksi yang dihasilkan Chevron Indonesia. Dalam dua tahun ke depan, kapasitas listrik dari energi panas bumi yang akan dihasilkan PGE sebesar 682 MW sedangkan produksi Chevron yang berasal dari proyek Darajat dan Salak selama ini menghasilkan listrik berkapasitas 636 MW.
"Pada 2017, penambahan kapasitas akan sangat besar mencapai 115 MW yang berasal dari Ulubelu 4 berkapasitas 55 MW dan Lahendong 5 sebesar 20 MW. Sehingga kapasitas listrik PGE mencapai 682 MW dan bisa melewati produksi Chevron,” kata Irfan Zainuddin, Direktur Utama PGE.
Tahun ini, produksi listrik yang dihasilkan Pertamina Geothermal diproyeksikan mencapai 437 MW dengan adanya penambahan dari PLTU Kamojang 5 yang berkapasitas 35 MW. Pada tahun depan pasokan listrik akan bertambah sekitar 75 MW yang berasal dari PLTU Ulubelu 3 (55 MW), Karaha (30 MW), Lahendong 5 (20 MW), Lumut Balai 1 (55 MW),
Small Scale Lahendong (5 MW), dan
Small Scale Sibayak (5 MW) menjadi sekitar 607 MW.
Fabby Tumiwa, Pengamat Energi dan Executive Director Institute for Essential Services Reform (IESR) mengatakan PGE merupakan pionir dalam pengembangan panas bumi di Indonesia. Bisnis di sektor panas bumi yang membutuhkan modal yang sangat besar dan sumber daya manusia yang mumpuni.
Namun Fabby menyarankan manajemen untuk terus mengoptimalkan bisnis yang selama ini dijalankannya. Sebab, meskipun membutuhkan investasi besar dan memiliki tingkat risiko yang tinggi, namun pemerintah menetapkan harga yang cukup tinggi untuk listrik panas bumi sesuai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
"Konsentrasikan saja modalnya untuk investasi PLTP karena harga tarif listrik dari pemerintah cukup tinggi," ungkapnya.
Fabby mengakui, dahulu negosiasi perjanjian jual beli listrik (
Power Purchase Agreement/PPA) memang menghabiskan waktu cukup lama. Namun saat ini dengan menggunakan ketentuan Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2014, maka penandatanganan jual beli tenaga listrik (PJBL) dengan PT PLN (Persero) diwajibkan selesai paling lama enam bulan.
"Tapi memang ada prosesnya sebelum negosiasi PPA dapat dilakukan antara PLN dan pengembang," kata Fabby.