Industri Migas Menanti Terobosan Dirjen Pajak Baru

CNN Indonesia
Rabu, 02 Des 2015 17:27 WIB
Indonesian Petroleum Association menilai permasalahan fiskal yang membelit industri hulu migas berasal dari Kementerian Keuangan sendiri khususnya Ditjen Pajak.
Indonesian Petroleum Association menilai permasalahan fiskal yang membelit industri hulu migas berasal dari Kementerian Keuangan sendiri khususnya Ditjen Pajak. (CNN Indonesia/Fathiyah Dahrul).
Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesian Petroleum Association (IPA) menilai kebijakan perpajakan yang selama ini diterapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menghambat kinerja kontraktor kontrak kerjasama, sehingga perlu mendapat terobosan dari pejabat Direktur Jenderal Pajak yang baru.

Direktur IPA Sammy Hamzah mengatakan saat ini banyak kebijakan fiskal khususnya yang menyasar industri hulu minyak dan gas bumi (migas) tidak inovatif dan hanya mendaur ulang kebijakan lama. Sammy mencontohkan adanya peraturan pemerintah mengutip pengenaan pajak di usaha eksplorasi migas.

Salah satunya yakni pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada tahap eksplorasi di wilayah kerja migas. Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Migas. Hingga pada akhirnya sejak 2014 lalu Ditjen Pajak memutuskan untuk membebaskan pajak tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebenarnya yang terjadi itu adalah pajak itu tidak ada sebelumnya, lalu keluar aturan baru mengenai pengenaan PBB, kemudian tahun lalu ditiadakan lagi. Jadi itu kembali kepada yang dulu sebenarnya dan tidak ada perbaikan," ujar Sammy di Jakarta, Rabu (2/12).

Ia pun menyoroti banyak permasalahan fiskal yang membelit pelaku industri hulu migas berasal dari Kementerian Keuangan sendiri khususnya Ditjen Pajak.

Sammy menilai kebijakan-kebijakan tersebut cenderung melupakan ruh peran Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam meningkatkan penerimaan negara melalui minyak atau gas bumi yang diproduksinya. Padahal pemerintah selalu menjanjikan tidak akan ada pungutan berlebihan saat menjalin kontrak kerjasama di tahap eksplorasi, karena KKKS belum mendapatkan keuntungan apapun di tahap tersebut.

"Justru yang ada saat ini kami berusaha memadamkan api yang menyala, bukan membangun industri. Sementara itu kami belum lihat ada terobosan fiskal," ujarnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER