Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro meminta manajemen bank daerah untuk tidak mengiming-imingi pejabat daerah imbal hasil yang besar dengan menempatkan dana pembangunan di bank yang dipimpinnya. Pasalnya dengan mengendap di bank, dana hasil transfer pemerintah pusat ke daerah menjadi tidak produktif untuk menggerakkan pembangunan.
Bambang mencatat dana mengendap (
idle) yang ada di perbankan daerah hingga Oktober 2015 mencapai Rp 276 triliun akibat banyaknya Pemerintah Daerah yang memilih menyimpannya di bank.
“Saya juga minta kepada CEO bank jangan mengimingi-imingi Pemerintah Daerah untuk rajin menyimpan uangnya di bank. Buat Anda enak dapat dana murah. Buat rakyat itu masalah,” ujar Bambang dalam acara Kompas CEO Forum di Jakarta Convention Centre, Kamis (26/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain iming-iming para pejabat bank, besarnya nilai dana mengendap disebabkan oleh lambatnya penyerapan dana pemerintah daerah.
Bambang menginstruksikan agar dana mengendap pada akhir tahun ini bisa menurun dan disalurkan untuk mengakselerasi roda ekonomi. Bambang menilai hal itu harus terus dituntut kepada Pemerintah Daerah agar dana yang ada bisa cepat digunakan.
“Dana
idle terakhir Rp 276 triliun di Oktober, turun dari Rp 290 triliun pada September. Sampai akhir tahun paling kecil bisa sampai Rp 150 triliun, tapi bisa juga lebih besar dari itu,” ungkapnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri mengaku telah menginstruksikan Menteri Keuangan untuk memberikan sanksi bagi Pemerintah Daerah yang gemar menimbun uangnya di bank.
“Kalau uang
cash lagi nanti ditaruh di deposito. Nanti yang kita transfer yang serapannya rendah adalah surat utang. Artinya kalau daerah itu memerlukan Rp 102 miliar, ya Rp 102 miliar yang diberikan dalam bentuk surat utang,” ujar Jokowi.
Jokowi menegaskan, ita harus melakukan hal-hal sehingga negara ini efisien.” Uang kalau sudah ditransfer memang harus digunakan,” tegasnya.
Bambang menambahkan, sanksi transfer dalam bentuk surat berharga negara (SBN) tertuang dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.
Ia melanjutkan SBN pengganti dana tunai tersebut memiliki tenor tiga bulan. Namun, SBN ini bisa dicairkan sebelum jatuh tempo melalui pembelian kembali dari pemerintah. Tentunya, dengan bersyarat.
"Kalau penyerapannya bagus ya penyalurannya akan normal, ini sebagai cara kita mendorong daerah untuk memakai uangnya," ujar Bambang dalam konferensi pers di kantor pusat Ditjen Pajak, Jakarta, belum lama ini.
(gen)