Jakarta, CNN Indonesia -- Parlemen sepakat memasukkan Rancangan Undang-Undang Tentang Pengampunan Pajak (
Tax Amnesty) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015. Pemerintah selaku inisiator memasukkan sejumlah alasan dalam draft RUU tersebut.
Pengampunan pajak yang dimaksud pemerintah adalah penghapusan pajak terutang, sanksi administrasi perpajakan, serta penghapusan sanksi pidana perpajakan dengan membayar uang tebusan.
Dalam salinan RUU Pengampunan Pajak disebutkan, alasan pertama pemerintah mendorong kebijakan amnesti pidana pajak ini adalah untuk mencari pendanaan yang besar dari sektor pajak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk menghimpun dana pembangunan diperlukan partisipasi dan kontribusi masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat dalam meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembiayaan negara," tulis pemerintah dalam salinan Rancangan Undang-undang (RUU) Pengampunan Pajak yang diterima CNNIndonesia.com, pekan lalu.
Masih dari sumber yang sama, pemerintah menilai kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya masih perlu ditingkatkan. Pasalnya, masih banyak aset-aset, baik di dalam maupun di luar negeri, yang belum dilaporkan. Aset-aset wajib pajak (WP) tak terlapor tersebut seharusnya dapat dimanfaatkan untuk mengakselerasi pembangunan dan stabilisasi perekonomian nasional.
Selain itu, pemerintah menggunakan alasan pertumbuhan ekonomi sebagai dasar untuk mendongkrak penerimaan pajak dalam jangka panjang melalui penerapan
tax amnesty. Fasilitas pengampunan pidana pajak ini juga dipercaya pemerintah mampu meningkatkan kepatuhan dan keadilan dalam rezim perpajakan Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menegaskan,
tax amnesty bukanlah solusi kebijakan dari permasalahan penerimaan pajak. Namun, pengampunan pidana pajak harus dilakukan sebelum implementasi keterbukaan dan pertukaran informasi perbankan untuk pajak dalam
Automatic Exchange of Information (AEoI) dilakukan pada akhir 2017.
"
Tax amnesty ini bukan
exit policy, tapi
tax amnesty harus dilakukan karena 2017 ada kewajiban AEoI sehingga data-data WP akan terbuka dan bisa diakses otoritas pajak di manapun," jelasnya belum lama ini.
Untuk itu, lanjutnya, sebelum 2017 harus ada kebijakan rekonsiliasi pajak berupa pengampunan pidana pajak bagi WP-WP yang menyimpan asetnya di luar negeri. Apabila tidak ada upaya untuk menarik kembali atau repatriasi aset tersebut, Bambang khawatir harta negara tersebut hilang karena bisa diklaim sepihak oleh negara lain sebagai asetnya.
"Kalau tidak, uang mereka akan jadi milik negara lain. Tentu akan ada dampak positif secara ekonomi dan fiskal bagi penerimaan pajak," tuturnya.
(ags/gen)