Jakarta, CNN Indonesia -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) kembali mengkritik kebijakan penyesuaian tarif secara otomatis (
tariff adjustment) yang dilakukan oleh PT PLN (Persero) per 1 Desember 2015 karena dinilai membebani masyarakat. Karenanya, YLKI mengusulkan skema tarif progresif, yang persentase tarifnya menyesuaikan dengan tingkat pemakaian, untuk semua golongan pengguna listrik.
Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI menilai kebijakan PLN menerapkan
tariff adjustment sebagai ironi yang terjadi ketika masih banyak daerah mengalami krisis daya atau byarpet. Alasan PLN menjadikan inflasi sebagai dasar kenaikan tarif listrik dianggap tidak tepat karena dampaknya justru akan memicu inflasi.
"Langkah yang paling ideal adalah menerapkan tarif progresif untuk semua golongan. Termasuk pada rumah tangga miskin. Contoh Pemerintah Afsel, yang menggratiskan warga miskin dengan 30 KWH pertama," tuturnya melalui suat elektronik, Selasa (8/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia juga mempersoalkan alasan kerugian Rp300 miliar per bulan yang dikemukan PT PLN jika tarif tidak dinaikkan. Menurutnya itu klaim sepihak yang meragukan karena belum diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Tarif otomatis adalah tarif yang sangat liberalistik, karena menjadikan pasar sebagai argumen utama. Secara ekstrim, model tarif seperti ini bisa dikategorikan inkonstitusional karena melanggar Pasal 33 UUD '45," tuturnya.
Menurut Tulus, penyesuaian tarif otomatis tidak adil, khususnya bagi kalangan pengguna listrik 1.300 VA. Pasalnya, sekitar 600 ribu rumah tangga pengguna di kelompok ini yang sebenarnya tidak mampu.
"Ingat, dulu PT PLN dan pemerintah pernah memaksa konsumen untuk memasang 1300 VA,padahal konsumen maunya dan mampunya 4500-900 VA," tuturnya.
Tulus mengatakan penerapan
tariff adjustment juga harus diwaspadai karena bisa menjadi batu loncatan untuk melakukan privatisasi secara keseluruhan PT PLN (Persero). "PT PLN akan dijual pada pihak asing, setelah semua tarif diterapkan adjusmen," katanya.
Karenanya, YLKI mendesak pemerintah agar mereview pelanggan 1300 VA dan batalkan Permen ESDM 01/2015 yang menjadi dasar
tariff adjusment.