Revisi Aturan Alokasi Gas Dinilai Gairahkan Investasi Hilir

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Selasa, 08 Des 2015 08:22 WIB
Terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2015 pada Oktober lalu sempat menimbulkan kekhawatiran terganggunya iklim investasi sektor hilir gas bumi.
Pipa gas milik PT Energasindo Heksa Karya (EHK). (Dok. Energasindo)
Jakarta, CNN Indonesia -- Keputusan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memasukkan badan usaha swasta sebagai penerima alokasi gas bumi melalui revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 37 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi, dinilai positif oleh manajemen PT Energasindo Heksa Karya.

Direktur Utama Energasindo Priyo Brodjonegoro menilai terbitnya Permen Nomor 37 Tahun 2015 sempat menimbulkan potensi terganggunya iklim investasi sektor hilir gas bumi.

Pasalnya, pemerintah awalnya memberikan prioritas utama alokasi gas bumi hanya kepada badan usaha milik negara atau daerah (BUMN/BUMD) untuk mendistribusikan gas tersebut ke pelanggan industri dan rumah tangga. Aturan yang diteken Menteri ESDM Sudirman Said pada Oktober lalu sama sekali tidak menyinggung peluang badan usaha swasta untuk ikut berbisnis gas pipa seperti yang sudah ada selama ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Tenaga kerja di badan usaha swasta itu juga banyak. Dengan adanya revisi tersebut, kami menjadi lebih yakin dan sekaligus membuat investor semakin yakin,” kata Priyo melalui keterangan resmi Direktorat Jenderal Migas, dikutip Selasa (8/12).

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja mengatakan keputusan pemerintah memasukkan badan usaha swasta ke dalam kelompok yang berhak mendapat alokasi gas untuk membuat investasi di bidang hilir migas lebih kondusif.

Sehingga pemerintah mengakomodir perusahaan swasta yang belum memiliki infrastruktur pipa gas untuk bisa mengantongi jatah gas.

"Bisa saja setelah dapat alokasi, sekarang langsung dibangun. Nanti batas waktu pembangunan infrastruktur ditentukan dalam Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG). Nantinya prioritas alokasi gas tidak perlu dituliskan lagi, langsung diberikan kepada BUMN, BUMD, dan badan usaha pemilik jaringan gas,” ujar Wiratmaja.

Untuk menghindari aksi perburuan rente terjadi, Wiratmaja memastikan para trader gas swasta baru bisa mendapat gas setelah membangun infrastruktur.

“Nanti ada tata waktunya di sana. Siapapun yang mau dapat gas harus bangun infrastruktur," katanya.

Menteri ESDM Sudirman Said mencatat ada 74 perusahaan trader gas yang beroperasi di Indonesia. Dari jumlah tersebut, hanya 13 perusahaan yang punya infrastruktur dan 61 perusahaan selebihnya tidak.

“Kami harus mencermati ini supaya pasar lebih sehat dan harga lebih transparan,” kata Sudirman beberapa waktu lalu.

Libatkan Asosiasi

Terkait Agregator Gas, Direktur Indonesian Petroleum Association (IPA) Sammy Hamzah mengaku memahami usaha pemerintah dalam menata ulang bisnis gas. Ia berharap pemerintah mau melibatkan berbagai pihak terkait menjelang diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) tentang agregator gas. Alasannya, Perpres tersebut akan sangat berhubungan dengan tata kelola gas secara umum.

“Kami mohon dilibatkan, agar tata kelola gas seperti yang kita harapkan semua bisa terealisasi dengan sempurna,” ujar Sammy.

Dalam rencana bauran energi nasional, ditargetkan penggunaan gas bumi bisa ditingkatkan dari saat ini 20 persen menjadi 35 persen dalam 10 tahun ke depan. Untuk itu, dibutuhkan panjang pipa gas baru paling tidak sampai 15 ribu kilometer. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER