Window Dressing Bakal Marak Pasca Pengumuman Fed Rate

Giras Pasopati | CNN Indonesia
Kamis, 10 Des 2015 11:51 WIB
Saham-saham blue chip yang kebanyakan tidak berasal dari sektor migas bakal menjadi incaran untuk window dressing tahun ini.
Saham-saham blue chip yang kebanyakan tidak berasal dari sektor migas bakal menjadi incaran untuk window dressing tahun ini. (ANTARA FOTO/Fanny Kusumawardhani).
Jakarta, CNN Indonesia -- Aksi poles portofolio oleh para manajer investasi dengan cara memborong saham atau window dressing diperkirakan bakal masif pasca The Federal Reserves atau bank sentral Amerika Serikat mengumumkan penaikan suku bunga pada pertengahan bulan ini.

Aksi window dressing umumnya dilakukan para manajer investasi untuk meningkatkan harga saham yang menjadi portofolionya dengan cara memperbanyak pembelian di penghujung tahun. Secara akuntansi, aksi tersebut merupakan rekayasa untuk dapat menyajikan laporan keuangan yang lebih baik dibandingkan kondisi sebenarnya menjelang tutup buku para emiten di tahun tersebut.

Analis Investa Saran Mandiri Hans Kwee memperkirakan window dressing akan marak terjadi setelah Gubernur The Fed Janet Louise Yellen mengumumkan suku bunga acuan terbaru yang berlaku di negara Barrack Obama. Menurutnya, jika sudah terdapat kepastian penaikan, bakal terjadi kejutan di pasar modal yang kemudian berlanjut pada penguatan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Window dressing masih ada peluang bisa terjadi, after fed fund rate. Kemungkinan bisa reli, tapi pasar akan syok dulu,” jelasnya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (9/12).

Sementara, untuk sentimen dari dalam negeri, Hans menilai level suku bunga acuan dalam negeri (BI rate) bakal menjadi penggerak pasar meski diperkirakan tetap. Selain itu, lanjutnya, posisi neraca perdagangan juga bakal jadi sentimen pasar.

“Sentimen domestik masih BI rate setelah Fed rate. Tapi BI rate kemungkinan masih tetap. Neraca dagang juga jadi sentimen, tapi kemungkinan masih terkendali karena impor melemah terkait daya beli,” jelasnya.

Emiten Migas

Menurut Hans, pelaku pasar harus mewaspadai adanya pelemahan harga minyak dunia yang bisa menjadi pemberat laju saham migas. Ia menilai, adanya keputusan organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) untuk mempertahankan tingkat produksi bakal terus menekan harga minyak yang berpengaruh kepada harga saham emiten perusahaan-perusahaan di sektor tersebut.

“Keputusan OPEC membuat harga minyak jatuh. Kita juga harus siap-siap ekspor minyak Iran akan masuk ke pasar. Bisa sampai 300 ribu barel per hari,” katanya.

Sementara itu, perlambatan ekonomi China juga bakal membuat harga minyak semakin tertekan. Hal itu dinilai Hans tidak hanya membuat harga emiten migas yang tertekan, tetapi juga saham emiten komoditas.

Kendati demikian, saham berkapitalisasi jumbo (blue chip) yang kebanyakan tidak berasal dari sektor tersebut bakal menjadi incaran untuk window dressing.

“Pasar sudah mulai sepi, tetapi nanti banyak saham blue chip yang diincar. Masih sektor perbankan, dan beberapa ada yang menarik seperti saham PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk dan juga PT Unilever Indonesia Tbk,” jelasnya.

Analis KDB Daewoo Securities Heldy Arifin mengatakan perburuan terhadap beberapa saham kunci di IHSG telah mengurangi tekanan jual.

“Ini adalah waktu di mana window dressing bakal mengurangi tekanan ke saham BBNI (PT Bank Negara Indonesia Tbk), BBRI (PT Bank Rakyat Indonesia Tbk), BMRI (PT Bank Mandiri Tbk), BBCA (PT Bank Central Asia Tbk) dengan saham TLKM (PT Telekomunikasi Indonesia Tbk), ASII (PT Astra International Tbk) dan PT AKR Corporindo Tbk (AKRA),” jelasnya. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER