DPR Minta Angkasa Pura II Audit Standar Layanan Taksi Bandara

CNN Indonesia
Senin, 14 Des 2015 14:16 WIB
Skema antrean taksi menurut Komisi V DPR tidak bisa diberlakukan tanpa adanya standar pelayanan tinggi yang ditetapkan pengelola bandara.
Ketua Komisi V DPR Farry Djemi Francis menilai skema antrean taksi first in first out tidak bisa diberlakukan tanpa adanya standar pelayanan tinggi yang ditetapkan pengelola bandara. (ANTARA FOTO/Lucky R.)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta PT Angkasa Pura II (Persero) atau AP II tidak terburu-buru menerapkan sistem antrean taksi atau skema first in first out (FIFO) di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Parlemen meminta manajemen perusahaan mengaudit terlebih dahulu standar pelayanan taksi bandara.

"Harus ada standar pelayanan yang harus diaudit terlebih dahulu oleh Angkasa Pura II," kata Ketua Komisi V DPR Farry Djemi Francis, Senin (14/12).

Farry menilai skema FIFO yang diwacanakan manajemen AP II memang bagus untuk diterapkan di bandara. Namun ia menyebut bandara-bandara di negara lain yang sudah menerapkan skema FIFO telah menetapkan standar pelayanan taksi yang tinggi. Sehingga jika di kemudian hari terjadi masalah, operator bandara memiliki acuan untuk menyelesaikan hal tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Memang di beberapa bandara international sudah menerapkan skema FIFO, tapi prosedur tetap standar pelayanan taksi juga harus dikontrol, termasuk kalau ada pengaduan. Saya kira standar pelayanan taksi di bandara harus dibenahi lebih dahulu oleh AP II sebelum menerapkan FIFO," ungkapnya.

Seperti diketahui, Direktur Utama AP II Budi Karya Sumadi mengungkapkan rencana penerapan antrean pemesanan taksi mulai akhir Desember 2015. Ia menilai skema FIFO akan memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh perusahaan taksi dalam mendapatkan penumpang. Ia juga menyebut para penumpang bakal diuntungkan, karena tidak harus menunggu lama untuk mendapatkan taksi.

Sementara Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai AP II tidak perlu menerapkan skema FIFO di Bandara Soekarno-Hatta jika standar pelayanan operator taksi di Indonesia masih belum merata.

Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI menyatakan sistem antrean bisa dianggap memperkosa hak memilih layanan taksi setiap calon penumpang yang ada di bandara.

"Hak memilih konsumen untuk pelayanan taksi sama saja dilanggar jika skema FIFO diterapkan Angkasa Pura II. Saya kira belum waktunya Angkasa Pura II menerapkan skema FIFO ini," kata Tulus.

Tulus mengatakan, sebelum menerapkan skema tersebut seharusnya AP II memasang standar layanan yang jelas juga tinggi untuk tiap operator taksi yang beroperasi bandara.

"Mengingat Bandara Soetta adalah pintu masuk internasional, maka layanannya termasuk taksi harus menjadi acuan bagi bandara-bandara lain di Indonesia,” ujarnya.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo mengatakan masyarakat akan memilih taksi yang telah dikenal memiliki kualitas layanan baik demi kenyamanan dan keamanan mereka.

"Karena itu, FIFO tidak bisa dilakukan karena masyarakat atau penumpang di bandara punya hak memilih di mana mereka tidak bisa dipaksa naik taksi tertentu. Hak memilih itu sejalan karena taksi di Jakarta banyak yang kualitasnya jelek, karena itu mereka memilih yang bagus," jelas Agus.

Pada Oktober 2015, di Bandara Internasional Soekarno-Hatta terdapat sembilan perusahaan taksi yang mengoperasikan sedikitnya 5 ribu unit taksi, yang dapat mengangkut penumpang di bandara tersibuk di Indonesia itu.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER