Jakarta, CNN Indonesia -- Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) masih menahan diri untuk menerbitkan Kontrak Investasi Kolektif melalui Dana Investasi Real Estat (DIRE) dan memilih menunggu kejelasan aturan perpajakan atas instrumen investasi baru tersebut.
Wakil Ketua Umum Bidang Komunikasi dan Pengembangan Usaha REI Theresia Rustandi mengatakan sebenarnya ia berharap Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bisa segera memberikan keputusan, terkait ketentuan pajak dari DIRE.
“Saya lihat masih terjadi pembahasan, kalau janjinya bisa secepatnya diselesaikan, ya baik. Tapi memang ada itikad baik dari DJP karena mau mendengarkan
stakeholder,” ujar Theresia di Jakarta, Senin (14/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk tersebut mengaku ketertarikan para pengembang untuk menerbitkan DIRE lumayan besar. Paling tidak, lanjutnya, pengembang besar yang melantai di bursa saham sudah melirik DIRE sebagai alternatif dalam mencari pendanaan.
“Kalau emiten tidak nyaman, ya bagaimana bisa menerbitkan DIRE? Saya harap peraturan itu bisa sesuai dengan kondisi industri. Emiten banyak yang tertarik, misalkan ada 20 emiten, 10 emiten yang besar rata-rata mengeluarkan at least Rp 2 triliun, itu sudah bisa Rp 20 triliun potensinya,” jelas Theresia.
Ia menegaskan kejelasan aturan pajak menjadi faktor utama pengembang properti menahan diri. Pasalnya, saat ini pengalihan aset (
capital gain) ke DIRE dibebankan pajak sekitar 20 persen dari nilai. Hal itu dinilai membuat pengembang tidak tertarik menerbitkan DIRE.
Kewajiban pajak tersebut terbagi atas Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) 5 persen, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen, dan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 5 persen.
DIRE atau dikenal juga sebagai
Real Estate Investment Trust (REIT) adalah salah satu instrumen investasi baru yang secara hukum di Indonesia berbentuk Kontrak Investasi Kolektif.
DIRE merupakan kumpulan uang pemodal yang oleh perusahaan investasi akan diinvestasikan ke bentuk aset properti baik secara langsung seperti membeli gedung atau produk properti maupun tidak langsung dengan membeli saham atau obligasi perusahaan properti.
Sebelumnya, Kepala Seksi Analisis Peraturan Perpajakan DJP, Waskito Nugroho menjanjikan bakal merevisi aturan perpajakan penerbitan DIRE agar lebih kompetitif dengan negara-negara tetangga.
“Tetapi tidak semua peraturan di bawah itu bisa dipakai, tetap harus mengacu undang-undang. Kita akan mengevaluasi peraturan yang ada. Kita akan mengajak pelaku bisnis dan OJK,” katanya.
Waskito mengakui, pembebanan PPh terhadap selisih nilai harga pokok penjualan (HPP) dan nilai penjualan aset (
capital gain) masih mengganggu minat perusahaan properti untuk memanfaatkan DIRE. Namun, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro dan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution telah memberikan lampu hijau untuk mengusahakan perbaikan aturan.
“Nanti akan ada Peraturan Pemerintah (PP) yang akan memberikan pengaturan yang berbeda dan bakal diberikan diskon di bawah 5 persen. Tetap kena objek pajak, tapi tarifnya kita diskon,” tuturnya.
(gen)