Jakarta, CNN Indonesia -- Kebakaran hutan dan bencana asap yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal III 2015.
Bank Dunia menyebut kebakaran hutan tersebut sebagai kerugian besar bagi Indonesia pada tahun ini di tengah upaya pemerintah mengejar pertumbuhan ekonomi 5 persen.
Ekonom Utama Bank Dunia, Ndiame Diop mengatakan sedikitnya 100 kasus kebakaran hutan yang mengakibatkan bencana kabut asap terjadi di Indonesia selama periode Juni hingga Oktober 2015. Dalam kurun waktu tersebut setidaknya lebih dari 2,6 juta hektar lahan atau empat kali lebih luas dari pulau Bali hangus terbakar.
Bank Dunia memperkirakan penanganan bencana kebakaran hutan dan kabut asap tersebut telah menimbulkan kerugian senilai US$16,1 juta atau setara dengan Rp221 triliun. Nilai tersebut lebih besar dua kali lipat dibandingkan dengan biaya reksonstruksi Provinsi Aceh pasca bencana tsunami 2004 silam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kebakaran hutan lalu yang dialami banyak provinsi di Indonesia telah mendatangkan banyak kerugian. Di Kalimantan, Sumatera. Kerugiannya mencapai Rp221 triliun atau 1,9 persen dari PDB dalam lima bulan saja," ujar Ndiame dalam paparan Indonesia Economic Quarterly (IEQ) di Gedung Energi, Jakarta, Selasa (15/12).
Namun, lanjutnya, nilai kerugian materi tersebut belum termasuk dengan dampak eksternal negatif lainnya yang tidak bisa diukur secara materi.
"Biaya yang ditanggung untuk konsekuensi lingkungan sangat besar. Dalam hal kesehatan dan pendidikan juga terkena dampak. Anak-anak harus terpaksa libur dan tidak belajar karena sekolah mereka ditutup selama sewaktu bencana terjadi," ujarnya.
Wilayah yang paling terpukul secara ekonomi oleh bencana kebakaran hutan dan kabut asap adalah Sumatera dan Kalimantan. Diop mengatakan, Kalimantan yang banyak memiliki lahan gambut, mendapat dampak yang paling besar, di mana pertumbuhan ekonominya minus 1,2 persen pada kuartal III dibandingkan tiga bulan sebelumnya.
Tak hanya dua pulau itu, lanjut Diop, Papua pun juga terkena dampak kebakaran hutan. Pertumbuhan Produk Domestik Tegional Bruto (PDRB) Papua turun sebesar 12,8 persen secara kuartalan, menjadi minus 0,6 persen di kuartal III.
"Bukan hanya karena kebakaran hutan saja. Sama dengan Kalimantan Timur yang negatif karena kondisi ekonomi dan harga komoditas," ujarnya.
Kendati demikian, Diop menurutkan Bank Dunia mengapresiasi langkah cepat penanganan bencana kebakaran yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, seperti dengan melakukan moratorium konsesi lahan gambut baru serta restorasi lahan gambut yang terbakar.
"Upaya tambahan harus difokuskan pada konservasi hutan-hutan gambut yang tersisa dan menghentikan pengeringan lahan gambut maupun daerah-daerah yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi," katanya.
(ags)