Jakarta, CNN Indonesia -- PT Freeport Indonesia (PTFI) belum menyerahkan penawaran sahamnya ke pemerintah, meski pelaksanaan kewajiban divestasi telah melampaui batas akhir divestasi yang dipersyaratkan pada 14 Oktober 2015.
Perusahaan tambang emas asal Amerika Serikat itu juga beralasan belum memiliki hitungan (valuasi) atas saham sebesar 10,64 persen yang wajib dilepas ke pemerintah.
"Belum, tapi kami sudah berkomitmen untuk divestasi," ujar Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama kepada CNN Indonesia, Selasa (15/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), Freeport Indonesia wajib menawarkan saham sebanyak 30 persen karena melakukan aktivitas pertambangan bawah tanah (underground mining).
Karena sejauh ini pemerintah baru mengantongi 9,36 persen, maka Freeport Indonesia masih harus melepas 20,64 persen sahamnya secara bertahap. Untuk tahun ini, Freeport diharuskan mendivestasi 10,64 persen sahamnya guna menggenapi 20 persen kepemilikan nasional.
Pemerintah mendapat kesempatan prioritas untuk menawar saham Freeport dalam jangka waktu 90 hari sejak tanggal penawaran yang ditetapkan, 14 Oktober 2015 atau satu tahun setelah terbitnya PP 77/2014.
Apabila pemerintah tak berminat, maka kesempatan pembelian saham tersebut bisa diberikan kepada Badan Usaha Miliki Negara (BUMN), Pemerintah Daerah melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau swasta nasional.
"Divestasi Freeport (selesai) Januari. Belum ada valuasi," ujar singkat Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot.
Pada Agustus 2014, Freeport Indonesia dan pemerintah telah meneken nota kesepahaman divestasi. Saat itu, bekas Direktur Utama Freeport Indonesia, Rozik Soetjipto mengatakan nilai pasar untuk 20,64 persen saham Freeport Indonesia ditaksir mencapai US$4 miliar atau sekitar Rp50 triliun.
(ags)