Jakarta, CNN Indonesia -- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Pertamina (Persero) menganggarkan dana US$5,31 miliar untuk investasi pada 2016, naik 20,7 persen dibandingkan dengan alokasi belanja modal tahun ini.
Dana sebesar itu akan dialokasikan sebesar 72 persen untuk bisnis hulu, 6,9 persen untuk bisnis gas, dan 6,7 persen untuk bisnis pengolahan. Sisanya, 9,7 persen untuk kegiatan pemasaran dan niaga, dan sekitar 4,7 persen untuk bisnis hilir dan anak perusahaan lainnya.
Pemerintah selaku pemegang saham mayoritas juga mematok aset konsolidasian sebesar US$50,83 miliar. Selain itu, RUPS juga menargetkan pendapatan Pertamina sebesar US$42,26 miliar pada 2016 atau relatif sama dengan prognosa tahun ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun, laba bersih perusahaan pada 2016 ditargetkan sebesar US$1,61 miliar.
Dwi Soetjipto, Direktur Utama Pertamina menilai kondisi bisnis pada tahun depan masih akan menantang di bawah bayang-bayang harga minyak mentah yang masih akan rendah dan depresiasi kurs rupiah.
"Peningkatan kinerja operasional dan efisiensi di segala lini sebagai bagian dari lima pilar strategi prioritas Pertamina akan tetap menjadi tema sentral untuk mengatasi situasi yang belum terlalu menggembirakan,” ujar Dwi melalui keterangan tertulis Pertamina, Senin (21/12).
Menurut Dwi, bisnis hulu Pertamina tahun depan diperkirakan berkontribusi sekitar 30 persen dari total laba usaha, terutama dipicu oleh penurunan harga minyak mentah. Produksi minyak ditargetkan meningkat menjadi 327 ribu barel per hari, sedangkan produksi gas bumi dipatok sebesar 1.926 MMSCFD atau setara dengan 659 ribu barel setara minyak per hari (BOEPD) atau rata-rata naik 10 persen dibandingkan dengan prognosa tahun ini. Peningkatan produksi juga ditargetkan pada bisnis panas bumi yaitu menjadi 3.245 GWh atau naik 8 persen dari angka prognosa 2015.
Sementara bisnis hilir yang menjadi tumpuan baru Pertamina, akan mengandalkan unit kilang baru, RFCC Cilacap dan TPPI untuk mencapai target yang dibebankan. Selain itu, perseroan juga berharap banyak pada penjualan BBM ritel non subsidi, termasuk Pertalite yang mulai diluncurkan pada 24 Juli 2015.
"Ekspektasi positif juga dapat diperoleh dari bisnis aviasi dan pelumas seiring dengan kuatnya posisi di pasar domestik, serta ekspansi pasar Internasional," tutur Dwi.
Tak hany aitu, lanjut Dwi, bisnis gas perusahaan juga diperkirakan tumbuh signifikan seiring dengan kebijakan sinergi antar-anak perusahaan guna memaksimalkan nilai tambah bisnis gas dari hulu, transportasi hingga kegiatan niaganya.
“Tahun depan, beberapa proyek infrastruktur gas Pertamina, seperti Pipa Semarang-Gresik, Porong-Grati, Belawan – KIM – KEK ditargetkan sudah tuntas dan onstream,” jelas Dwi.
(ags)