Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan pemerintah tidak akan terburu-buru mengambil keputusan tentang skema pengembangan Blok Masela di Maluku. Meskipun konsultan yang disewa Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Poten & Partners merekomendasikan penggunaan teknologi
Floating Liquefied Natural Gas (FLNG) seperti yang pernah diusulkan SKK Migas.
Rekomendasi konsultan tersebut seperti diketahui berbeda dengan permintaan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli yang lebih memilih fasilitas pengolahan LNG dibangun di darat ketimbang terapung di laut. Rizal menyebut untuk membangun fasilitas pengolahan di darat dengan investasi sebesar US$ 14,6 miliar sampai US$ 15 miliar, maka efek turunan dari fasilitas tersebut bisa dirasakan oleh masyarakat sekitar lokasi pembangunan fasilitas tersebut.
Namun Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said menyebut untuk membangun fasilitas pengolahan di darat butuh investasi sekitar US$ 19,3 miliar, lebih mahal dibandingkan perhitungan pembangunan FLNG yang dihitung SKK Migas sebesar US$ 14,8 miliar. Sehingga Sudirman cenderung memilih konsep fasilitas pengolahan terapung karena dinilai bisa memberikan kesempatan bagi industri perkapalan nasional untuk berkembang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Saya menyatakan dengan jelas dan tegas bahwa bumi dan air serta kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," ujar Jokowi sebelum memimpin rapat terbatas guna membahas nasib Masela di kantornya, Selasa (29/12).
Mantan Gubernur DKI Jakarta menjelaskan, maksud dari dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat adalah apa yang dihasilkan dalam pemanfaatan sumber daya alam itu harus benar-benar untuk seluruh rakyat Indonesia.
“Bukan untuk segelintir atau sekelompok orang. Tekanan itu yang ingin saya sampaikan,” tegasnya.
Karena Blok Masela merupakan sebuah proyek pengembangan yang sangat besar, maka Jokowi tak ingin pemerintah memutuskan secara tergesa-gesa agar dapat menghasilkan keputusan yang benar.
"Jangan tergesa-gesa, tetapi keputusannya harus benar. Karena ini menyangkut sebuah waktu yang sangat panjang. Dan kita harus menyadari kekayaan sumber daya alam kita baik minyak bumi, gas bumi yang terkandung di bumi pertiwi ini suatu saat akan habis," katanya.
Oleh karena itu, dalam ratas kali ini Jokowi ingin para menteri dan pimpinan lembaga terkait untuk memberinya kalkulasi dan paparan yang detail, sehingga ia dapat mengambil keputusan yang paling benar.
"Saya ingin agar proyek besar ini memberikan manfaat kepada ekonomi langsung, dan juga menciptakan sebuah nilai tambah yang memberikan efek berantai (
multiplier effect) bagi perekonomian nasional kita," ujarnya.
Dalam proposalnya, perusahaan migas asal Jepang Inpex Corporation menyodorkan konsep FLNG berkapasitas 7,5 metrik ton per tahun (MTPA) untuk mengeksploitasi Lapangan Abadi, di Blok Masela.
Dalam proyek yang ditaksir menelan investasi mencapai US$ 14,8 miliar itu manajemen Inpex bakal menyadur teknologi yang dikembangkan mitranya di Blok Masela yakni Shell Corporation dalam proyek FLN Prelude, Australia.
(gen)