Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Energi Nasional (DEN) menilai wacana pungutan Dana Ketahanan Energi (DKE) yang digulirkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said harus dipayungi landasan hukum terbaru.
Pasalnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional yang rencananya dijadikan landasan hukum oleh Menteri ESDM untuk mengutip untung dari setiap liter penjualan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar dinilai tidak cukup kuat.
Sebab mantan Bos PT Pindad (Persero) itu menjadikan pasal pungutan Premi Pengurasan atau Depletion Premium (DP) yang termaktub di dalam PP 79 sebagai dasar penerapan DKE.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena pada dasarnya premi pengurasan itu adalah dana yang disisihkan dan diambil dari eksploitasi sumber daya alam yang tidak terbarukan dalam rangka mempertahankan keberlanjutan keberadaan sumber daya energi. Di mana premi pengurasan dipungut pada sisi hulu dalam proses industri energi fosil yang dibebankan kepada produsen," ujar Rinaldy Dalimi, Anggota DEN di kantornya, Rabu (30/12).
Menyusul belum adanya landasan hukum mengenai pelaksanaan pungutan DKE, Rinaldy bilang sudah seharusnya pemerintah segera menerbitkan aturan teranyar guna membahas mekanisme pengumpulan dan pemanfaatan DKE.
Tak hanya itu, kata dia pemerintah seyognya tak hanya memungut DKE dari penjualan premium dan solar. Pungutan DKE juga bisa diperoleh dari seluruh jenis energi seperti batubara hingga BBM non subsidi jenis Pertamax, Pertamax Plus, Pertalite sampai Elpiji dan lain-lain.
"Dalam jangka pendek (pengumpulan) DKE juga dapat diperoleh dari Laba Bersih Minyak (LBM) yang disusun melalui mekanisme APBN. Apabila harga BBM lebih rendah, dari harga yang ditetapkan pemerintah maka akan diperoleh dari LBM yang dapat digunakan sebagai dana cadangan resiko energi, sampai pada pengembangan energi baru dan kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan migas baru dan pembangunan infrastruktur energi," imbuh Rinaldy.
Pada kesempatan yang sama, Andang Bachtiar yang juga Anggota DEN berpendapat dalam jangka panjang DKE dapat diterapkan kepada seluruh sumber energi fosil lainnya tanpa dipengaruhi fluktuasi harga fosil.
"Hanya saja kami melihat kalau mengutip lewat penjualan premium dan solar merupakan cara yang paling mudah. Tapi rasanya tidak fair kalau hanya premium dan solar saja," tambah Andang.
Berangkat dari hal itu, Andang pun berharap penerapan pengumpulan DKE juga harus dimanfaatkan pemerintah sebagai momentum untuk mengevaluasi efisiensi industri hilir migas.
"Dari sana sebenarnya kita bisa mengetahui transparansi mengenai penetapan harga jual BBM di masyarakat. Apakah dengan rencana penurunan harga premium ke Rp7.150 per liter dan solar di Rp5.650 itu sudah sesuai dengan angka keekonomian?" ujarnya.
(gen)