Akhir Q3 Net Utang Investasi Internasional Turun US$41 Miliar

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Rabu, 30 Des 2015 17:39 WIB
Posisi investasi internasional Indonesia dipengaruhi transaksi yang tercatat pada neraca pembayaran Indonesia seperti transaksi finansial dan cadev.
Posisi investasi internasional Indonesia dipengaruhi transaksi yang tercatat pada neraca pembayaran Indonesia seperti transaksi finansial dan cadev. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Posisi Investasi Internasional Indonesia (PIII) pada akhir kuartal III 2015 mencatatkan net Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN) sebesar US$327,4 miliar atau 37,8 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Angka itu turun US$41,7 miliar dari posisi akhir kuartal sebelumnya, yang mencatatkan net KFLN US$369,1 miliar (41,8 persen PDB).

Bank Indonesia (BI) menyatakan PIII menggambarkan posisi aset dan kewajiban finansial luar negeri Indonesia. PIII dipengaruhi oleh transaksi yang tercatat pada Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Dalam hal ini transaksi finansial dan transaksi cadangan devisa (cadev), serta perubahan lainnya seperti perubahan nilai tukar (kurs) dan harga.

Direktur Eksekutif Departemen Statistik BI Hendy Sulistiowati merinci posisi KFLN Indonesia turun dari US$583,6 miliar pada akhir Juni 2015 menjadi US$537,4 miliar atau lebih besar dari penurunan posisi Aset Finansial Luar Negeri (AFLN) dari US$214,5 miliar menjadi US$210,1 miliar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perubahan PII akibat transaksi NPI sepanjang kuartal III 2015 mencatatkan net kewajiban US$5,7 miliar. Namun, depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika dan turunnya harga saham sepanjang Juli-September tahun ini mengakibatkan net pengurangan kewajiban sebesar US$47,4 miliar. Dengan demikian, net KFLN Indonesia turun sebesar US$41,7 miliar menjadi US$327,4 miliar.

“Pelemahan rupiah itu berdampak pada pengurangan kewajiban kita kepada non-residen,” tutur Hendy di Kantor Pusat BI, Rabu (30/12).

Menurut Hendy, meskipun kewajiban lebih banyak dibandingkan asest pada PII Indonesia, hal itu bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Pasalnya, Indonesia merupakan negara berkembang yang membutuhkan banyak pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur.

“Ini bukan sesuatu yang jelek karena negara seperti kita dalam pembangunannya membutuhkan financing, tidak semuanya bisa dibiayai oleh tabungan kita,” ujarnya. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER