Jakarta, CNN Indonesia -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi melanjutkan pelemahan dalam perdagangan hari ini karena suramnya kondisi pasar regional Asia yang terimbas buruknya data ekonomi China.
Dalam perdagangan kemarin, mayoritas indeks saham Asia terkoreksi. Kondisi itu ditunjukkan oleh indeks Nikkei225 di Jepang yang turun sebesar 3,06 persen, indeks Kospi di Korsel yang melemah sebesar 2,17 persen, dan indeks Hang Seng di Hong Kong yang terkoreksi sebesar 2,68 persen.
Kepala Riset NH Korindo Securities Reza Priyambada mengatakan pada perdagangan Selasa (5/1) IHSG diperkirakan berada pada rentang support 4.485-4.500 dan resisten 4.585-4.615. Menurutnya laju IHSG di bawah area target support 4.565-4.583 dan gagal menyentuh area target resisten 4.608-4.612.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Mulai adanya pelemahan membuat laju IHSG cenderung tertahan kenaikannya sehingga menyimpan potensi pelemahan lanjutan. Terkecuali terdapat adanya aksi beli yang cukup besar maka dapat mendorong IHSG dapat kembali naik,” ujarnya dalam riset, Senin (4/1).
Ia menyatakan, sesaat setelah dibuka oleh Presiden Jokowi dalam perdagangan perdana 2016, laju IHSG justru mengalami pelemahan. Kondisi ini, lanjutnya, berbeda ketika IHSG ditutup oleh Wapres Jusuf Kalla yang mampu berakhir di zona hijau.
“Tampak masih ada rasa antusias untuk membawa ataupun mengakhiri IHSG di teritori positif di akhir tahun meski penguatan tersebut tidak sepenuhnya didukung oleh kondisi fundamental yang ada dimana laju pasar obligasi dalam negeri, laju Rupiah, hingga pasar global yang kompak cenderung mengalami pelemahan,” katanya.
Reza menilai, kali ini pelaku pasar mendapat pembenaran atas tindakan melakukan aksi ambil untung (profit taking) atas kenaikan yang telah terjadi sebelumnya.
“Apalagi kondisi dari bursa saham Asia masih melanjutkan pelemahan setelah di akhir tahun berakhir di zona merah karena melemahnya sejumlah harga komoditas yang dilanjutkan dengan pelemahan pada data-data manufaktur China,” jelasnya.
Analis Reliance Securities, Lanjar Nafi mengatakan bursa Asia mayoritas tersungkur cukup dalam di awal tahun 2016 ini. Sementara, nilai tukar jatuh karena kekhawatiran tentang ekonomi global dan ketegangan Timur Tengah.
“Perdagangan ekuitas di China dihentikan setelah aksi jual yang cukup besar hingga berada pada batas level terendah. Perlambatan ekonomi di China yang menekan pasar ekuitas dan laba perusahaan menjadi alasan aksi jual investor setelah selesainya larangan penjualan saham oleh pemegang saham utama,” jelasnya.
Ia menjelaskan bursa Eropa melemah setelah pasar saham Asia mayoritas menurun cukup dalam. Pasalnya terjadi kekhawatiran bahwa perlambatan ekonomi akan menghambat pemulihan ekonomi global.
“Sentimen selanjutnya masih akan terfokus pada bursa Asia dan konflik di Timur Tengah,” ujarnya.
(ags)