Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berharap pemerintah daerah mendorong pelaku usaha di bidang transportasi untuk menurunkan tarif angkutan umum menyusul kebijakan penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja mengatakan dengan turunnya harga BBM, maka pelaku usaha bisa memanfaatkannya. Harga barang kebutuhan produksi bisa turun seiring dengan kebijakan penurunan harga BBM.
"Kami juga berharap pemerintah daerah segera menetapkan penurunan ongkos angkutan umum dan biaya transportasi sehingga dapat langsung berpengaruh pada harga barang," kata Wiratmaja, Minggu (10/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, mulai 5 Januari 2016 Kementerian ESDM menetapkan harga baru premium dan solar serta menunda pungutan Dana Ketahanan Energi (DKE). Harga baru solar turun dari Rp6.700 menjadi Rp5.650 per liter. Harga premium untuk non-Jamali (Jawa, Madura, dan Bali) turun dari Rp7.300 menjadi Rp6.950, sedangkan harga premium untuk Jamali turun dari Rp7.400 menjadi Rp7.050.
Sementara itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebelumnya menyampaikan sedang melakukan penghitungan atas penyesuaian tarif angkutan umum karena adanya penurunan harga BBM tersebut.
"Kami sampaikan, penghitungan (penurunan tarif) sedang berlangsung. Simulasi sudah dilakukan dengan berbagai asumsi," ujar Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Darat Sugihardjo.
Asal tahu saja, tarif angkutan umum yang menjadi kewenangan Kemenhub adalah tarif untuk angkutan jalan antar kota antar provinsi (AKAP) dan angkutan penyeberangan.
Adapun untuk penyesuaian tarif angkutan kota dan antarkota di dalam provinsi menjadi kewenangan gubernur. Begitu juga tarif angkutan di dalam kota atau kabupaten, hal itu menjadi tanggung jawab wali kota atau bupati.
Sugihardjo menjelaskan, terdapat dua asumsi yang dijadikan pedoman penurunan tarif angkutan umum oleh Kemenhub, yakni turunnya harga BBM dan efek berantai kepada masyarakat.
"Apabila selesai menghitung tarif, kami akan membuat surat kepada gubernur atau wali kota agar sesuai kewenangan melakukan penurunan tarif (penyesuaian) sehingga beban masyarakat terhadap transportasi berkurang. Uangnya bisa digunakan untuk sektor produktif dan untuk kehidupan sosial," katanya.
Andre Djokosoetono, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Angkutan Darat (DPP Organda) mengatakan kebijakan tarif angkutan sebenaranya sangat luas dan ada banyak faktor pembentukannya. Kalau untuk bahan bakar sebenarnya untuk secara sederhara bisa kita pisahkan antara solar dengan premium.
Sementara untuk kendaraan yang menggunakan premium rasanya sulit untuk menurunkan tarif angkutan dengan bahan bakar premium, baik angkutan penumpang maupun barang. Andre menilai penurunan harga premium kali ini sangat kecil terhadap persentase biaya operasi, hanya Rp350 per liter.
Hal ini dinilai tidak cukup untuk mengurangi biaya operasional untuk menutupi kenaikan biaya komponen lainnya. Misalnya, biaya upah minimum provinsi (UMP) atau upah minimum regional (UMP), biaya perawatan dan biaya kompenen lain. Angkutan darat pengguna premium misalnya, taksi dan mikrolet atau angkutan perkotaan.
”Masih banyak komponen lainnya ini yang biayanya makin tinggi. Penurunan premium tidak cukup untuk menutup ini,” katanya.
Berbeda dengan angkutan dengan bahan bakar solar. Menurut Andre, penurunan tarif angkutan darat dengan bahan bakar solar masih ada harapan. Pasalnya, penurunan harga solar cukup signifikan sebesar Rp1.050 per liter. Penurunan ini sudah pasti akan membantu melakukan efisiensi dengan sendirinya. Dengan penurunan yang signifikan ini untuk truk baik umum maupun di pertambangan penurunan ini sudah membantu melakukan efisiensi.
Untuk angkutan AKAP kelas ekonomi Organda sudah sepakat untuk turun kurang lebih 5 persen. Penerapannya direncanakan pertengahan tahun ini. Menurut Andre, Organda harus menjelaskan hal ini karena ada masyarakat yang bertanya ketika harga BBM naik, tarif angkutan langsung naik. tetapi ketika BBM turun sulit sekali tarif akutan turun.
“Perlu kami sampaikan kanaikan BBM selalu menyeret semua komponen penentu tarif angkutan ikut naik. Tapi, saat turun, komponen ini tidak ikut terkerek turun. Kalau UMR 2016 contohnya, apakah bisa turun ketika harga BBM turun. Jadi sebetulnya tingginya biaya angkutan paling banyak karena faktor inefisiensi. Seperti kemacetan panjang yang kerap terjadi,” katanya.
(gir)