Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) menargetkan pada akhir Januari 2016 pemerintah bisa menetapkan sekaligus meresmikan beroperasinya pusat logistik berikat (PLB) perdana di Indonesia. Untuk menetapkan lokasi-lokasi yang strategis sesuai dengan lokasi industri yang membutuhkan, DJBC gencar meminta masukan dari sejumlah asosiasi industri.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi mengatakan setidaknya sudah ada delapan asosiasi yang diajaknya berdiskusi terkait jenis komoditas dan lokasi yang akan dijadikan PLB oleh DJBC.
"Pada dasarnya kami memilih delapan asosiasi ini karena mereka membutuhkan beberapa komoditas yang logistik bahan bakunya perlu dilakukan efisiensi," terang Heru kepada CNNIndonesia.com di Gedung Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Heru menyebut delapan dari 25 asosiasi yang masuk daftar untuk diajak berembuk adalah asosiasi industri produk olahan susu, asosiasi otomotif, asosiasi industri kimia, asosiasi perminyakan, asosiasi tekstil, dan asosiasi industri makanan dan minuman. Selain melibatkan pengusaha dalam proses pembentukan PLB, DJBC menurut Heru juga meminta masukan dari instansi pemerintah lain.
"Untuk perminyakan kami sudah meminta usulan dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Selain itu kami juga minta masukan dari asosiasi logistik dan kementerian serta lembaga terkait, seperti Kementerian Perindustrian," ujarnya.
Heru berharap hasil pembicaraan dengan asosiasi industri dan instansi pemerintah lainnya bisa dikerucutkan menjadi suatu kesimpulan lokasi mana saja yang tepat untuk dijadikan PLB berdasarkan komoditas.
"Hasilnya akhir Januari mungkin sudah bisa kita dapatkan lokasi-lokasinya mana saja," tambahnya.
Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) mengaku telah mendapatkan surat dari DJBC terkait rekomendasi komoditas yang ingin dimasukkan ke dalam PLB pada pekan lalu. Sejauh ini, asosiasi menginginkan gula mentah (
raw sugar), garam, serta sari buah untuk dimasukkan ke dalam daftar komoditas tersebut.
"Semoga dengan adanya hal ini bisa mengurangi biaya logistik yang selama ini bebannya sebesar 4 hingga 8 persen terhadap biaya produksi. Tapi kami belum hitung berapa besar pengurangannya kalau PLB diberlakukan bagi komoditas-komoditas ini," ujar Ketua Umum GAPMMI, Adhi Lukman di Jakarta, pekan lalu.
Enam Calon PengelolaDJBC melakukan pembicaraan dengan asosiasi menyusul proses seleksi investor PLB yang tengah dilakukan saat ini. Sebelumnya, DJBC menyeleksi enam investor untuk mengelola PLB yang bergerak pada produk kapas,
sparepart otomotif, peralatan migas (
oil and gas equipment), bahan bakar minyak (BBM), serta produk susu dan turunannya.
Keenam perusahaan tersebut tengah menanti aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Penimbunan Berikat, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang khusus mengatur detil teknis pelaksanaan kawasan tersebut. Nantinya, penunjukan pengelola kawasan PLB tersebut secara resmi dilakukan oleh Menteri Keuangan.
Sebagai informasi, peraturan terkait PLB tercantum di dalam PP Nomor 85 tahun 2015 sebagai revisi PP 32 Tahun 2009 tentang Penimbunan Berikat.
Beberapa insentif yang diberikan di dalam kawasan tersebut adalah bebas pungutan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI), pembebasan cukai bagi perusahaan yang ingin masuk ke kawasan PLB, pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Petambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM) bagi barang yang dipindahkan dari kawasan PLB satu ke PLB lainnya.