Jakarta, CNN Indonesia -- Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 masih bergerak seiring dengan perkembangan pencatatan yang dilakukan Kementerian Keuangan.
Berdasarkan hasil perhitungan terbaru, 22 Januari 2016, defisit fiskal tercatat sebesar menjadi Rp292,1 triliun, menyusut sebesar Rp26,4 triliun dari yang dilaporkan sebelumnya Rp318,5 triliun pada 3 Januari 2016. Secara persentase, defisit APBNP 2015 turun dari 2,8 persen PDB menjadi 2,56 persen PDB.
Menteri Keuangan Bambang P.S Brodjonegoro menjelaskan berkurangnya defisit disebabkan adanya tambahan pendapatan negara yang baru tercatat sebesar Rp13 triliun. Realisasi pendapatan negara 2015 untuk sementara sebesar Rp1.504,5 triliun, naik dari catatan sebelumnya Rp1.491,5 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan demikian, realisasi pendapatan negara pada tahun lalu mencapai 85,4 persen dari target Rp1.761,6 triliun.
Selain karena faktor pendapatan, Menkeu menyebutkan defisit fiskal berkurang juga karena dari sisi belanja kementerian/lembaga (K/L) realisasinya tak setinggi catatan sebelumnya.
Berdasarkan hasil perhitungan terkini Kementerian Keuangan, serapan anggaran belanja K/L terealisasi sebesar Rp448,9 triliun, turun Rp275,4 triliun dari laporan sebelumnya Rp724,3 triliun.
Apabila melihat dari pagu anggarannya sebesar Rp795,5 triliun, maka realisasi belanja K/L pada tahun lalu hanya 56,4 persen.
Kendati demikian, Menkeu menganggap penurunan defisit yang disebabkan oleh kenaikan pendapatan dan penurunan belanja K/L sebagai bentuk keberhasilan pemerintah menjaga kesinambungan fiskal di tengah pelambatan ekonomi.
Indikator Makro BergerakSeiring dengan perkembangan fiskal, sejumlah asumsi makro juga mengalami pergerakan pencatatan. Pertumbuhan ekonomi 2015, kata Bambang, berdasarkan perhitungan terbaru Kemenkeu naik sedikit menjadi 4,74 persen dari sebelumnya 4,73 persen. Kendati demikian, angka tersebut masih jauh dari target pertumbuhan ekonomi di APBNP 2015 yang dipatok 5,7 persen.
Selain itu, realisasi inflasi juga dikoreksi menjadi 3,35 persen, dari sebelumnya dilaporkan pada 3 Januari 2016 sebesar 3,1 persen.
"Inflasi dalam tahun 2015 terutama dipengaruhi oleh penurunan harga BBM bersubsidi maupun non subsidi. Selain itu juga karena terjaganya pasokan barang kebutuhan pokok masyarakat," kata Bambang di Kantor Pusat Direkotrat jendereal Bea dan Cukai, Jakarta, Rabu (27/1).
Demikian pula untuk produksi (lifting) minyak mentah, realisasinya pada tahun lalu juga ternyata tak setinggi laporan sebelumnya sehingga makin menjauh dari target 825 ribu barel per hari.
Berdasarkan periode produksi Desember 2014 hingga November 2015, realisasi lifting minyak tercatat sebesar Rp777,6 ribu barel per hari. Pencapaian tersebut lebih rendah dari laporan Kemenkeu sebelumnya pada 3 Januari 2016.
"Sedangkan untuk realisasi lifting gas mencapai 1.195,4 ribu barel setara minyak per hari atau di bawah targetnya dalam APBNP tahun 2015 sebesar 1.221 ribu barel setara minyak per hari," kata Bambang.
Bambang menjelaskan, secara nominal Produk Domestik Bruto (PDB) tahun lalu sebesar Rp11.412 triliun, di mana 56 persennya disumbang oleh konsumsi masyarakat. Sedangkan investasi swasta dan belanja pemerintah hanya berkontribusi 10 persen.
"Tidak banyak yang berubah, semuanya stabil. Kecuali memang ekspor dan impor saja yang sedikit menurun tahun lalu," jelasnya.
Sementara dari ekspor dan impor, Bambang mengakui kinerjanya turun pada tahun lalu sehingga tidak mampu berkontribusi signifikan terhadap PDB. Tercatat sepanjang 2015 Indonesia mencatatkan surplus nilai perdagangan mencapai senilai US$7,52 miliar.
Dari sisi volume perdagangan, kata Bambang, juga turun pada tahun lalu dari 401,72 juta ton pada 2014 menjadi 360,74 juta ton.
Namun, ia mengatakan semua angka realisasi tersebut masih bersifat sementara sehingga masih mungkin berubah. Menurutnya, angka resmi pertumbuhan ekonomi masih harus menunggu rilis yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada awal Februari mendatang.
"Masih ada kemungkinan perumbuhan ekonomi akan naik ke 4,8 persen," jelas Bambang.
(ags)