Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatatkan rekor pada tahun lalu, setelah dikabarkan berhasil mengumpulkan penerimaan pajak tertinggi sepanjang sejarah, yakni sebesar Rp1.055 triliun. Namun, realisasi penerimaan tersebut baru 81,5 persen dari target Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 yang dipatok Rp1.294 triliun atau kurang Rp239 triliun.
Tak hanya meleset (
shortfall) dari target APBNP 2015, realisasi penerimaan pajak itu juga tidak sesuai dengan realisasi yang dijanjikan Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro yakni 85 persen dari target atau maksimal
shortfall Rp195 triliun.
Nilai akhir sementara setoran pajak 2015 itu diungkapkan oleh Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA). Dia mengaku mendapatkan informasi langsung dari Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro pada Sabtu (2/12) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Baru saja Menkeu Bambang Brodjonegoro mengirim email ke saya menyampaikan rincian pelaksanaan APBN 2015. Fokus saya adalah di penerimaan perpajakan," ujar Yustinus Prastowo kepada
CNN Indonesia.
Menurutnya, realisasi pendapatan negara 2015 berdasarkan data sementara Kementerian Keuangan mencapai Rp1.491,5 triliun atau 84,7 persen dari target APBNP Rp1.761,6 triliun. Angka tersebut merupakan akumulasi dari setoran pajak, bea dan cukai, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Tanpa PNBP, Yustinus menyebutkan total penerimaan perpajakan tercatat sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83 persen dari target APBNP 2015 yang mencapai Rp1.489,3 triliun.
"Melambatnya pertumbuhan ekonomi di tahun 2015 telah berdampak terhadap penerimaan perpajakan, terutama pada sektor industri pengolahan dan sektor pertambangan," jelasnya.
Kendati ekonomi 2015 melambat, lanjut Yustinus, secara nominal pendapatan dari pajak penghasilan (PPh) non migas masih mencatatkan pertumbuhan sekitar 19 persen dibandingkan dengan realisasi 2014.
Dia merinci, setoran PPh non migas selama periode Januari-Desember 2015 mencapai Rp547,5 triliun. Kendati tumbuh, angka tersebut baru 86,9 persen dari target Rp629,83 triliun di APBNP 2015.
"Secara keseluruhan realisasi pajak non migas mencapai Rp1.005,7 triliun atau tumbuh sekitar 12 persen," tuturnya.
Dengan demikian, Yustinus mengungkapkan, realisasi penerimaan pajak kotor pada 2015 mencapai Rp1.150 triliun, dengan memperhitungkan kas yang dialokasikan untuk restitusi pajak. "Dan untuk realisasi pajak total netto mencapai Rp1.055 triliun," ungkapnya.
Yustinus menambahkan, realisasi penerimaan perpajakan tahun lalu juga dipengaruhi oleh melemahnya impor dan harga-harga komoditas, terutama yang menjadi ekspor utama Indonesia yaitu CPO dan komoditas pertambangan.
Akan tetapi, Mantan Pegawai DJP itu mengapresiasi upaya ekstra keras dari para fiskus yang berhasil mengumpulkan penerimaan pajak yang cukup bagus di tengah berbagai kendala seperti perlambatan ekonomi, keterbatasan kapasitas, dan rendahnya kepatuhan wajib pajak.
"Sekedar mengingat. Kami sejak April 2015 memprediksi realisasi penerimaan pajak akan mencapai 80 persen, dan di awal Desember 2015 melihat pencapaian akhir November 2015 sebesar 64 persen, kami memprediksikan realisasi di angka 82 persen dengan catatan extra effort berhasil dijalankan," tuturnya.
"Sekali lagi selamat kepada Pak Menteri, Pak Dirjen (Pajak) dan segenap jajaran Kemenkeu, Ditjen Pajak, Ditjen Bea Cukai, dan BKF. Kerja keras yang dilakukan tak sia-sia, berbuah manis bagi APBN 2015," ujar Yustinus Prastowo.
CNN Indonesia sudah berusaha mengonfirmasi akurasi data penerimaan perpajakan itu kepada Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro maupun Plt Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi. Namun, sampai berita ini diturunkan belum ada balasan pesan singkat dari keduanya.
(ags)