Bali, CNN Indonesia -- Pemerintah menargetkan bisa meraup komitmen investasi sektor energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar Rp47 triliun dari hajatan Bali Clean Energy Forum 2016. Kebijakan pemerintah menggenjot investasi EBT merupakan bagian dari upaya mengurangi ketergantungan dari energi fosil, meski harganya tengah anjlok saat ini.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan untuk dapat memiliki EBT yang andal, Indonesia perlu dukungan teknologi dan kerjasama dari negara lain. Oleh karenanya melalui penyelenggaraan BCEF yang digelar selama 11-12 Februari 2015, perwakilan negara di dunia diharapkan bisa saling bertukar pikiran dan teknologi dalam pengembangan EBT.
"Di BCEF akan ada penandatangan berbagai perjanjian MoU (
Memorandum of Understanding) kontrak yang nilainya mencapai Rp47 triliun dan itu akan melibatkan 18 ribu lebih tenaga kerja yang akan terserap dalam proses pembangunan energi terbarukan," ujar Sudirman di Nusa Dua Convention Center, Bali, Kamis (11/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan petinggi Integrated Supply Chain (ISC) PT Pertamina (Persero) memahami, anjloknya harga minyak dan komoditas memberikan tantangan pada pengembangan EBT. Namun demikian, ia meyakini rendahnya harga minyak hanya akan berlangsung sementara. Dengan demikian, pengembangan energi terbarukan tak boleh terhenti apalagi Indonesia memiliki potensi sumber daya energi terbarukan yang sangat besar dari mulai air, ombak, surya, hingga panas bumi.
“Dalam situasi energi fosil yang murah seperti sekarang ini kalau tidak hati-hati kita bisa terperangkap dalam kebijakan energi korosif yang berisiko di masa depan karena ketergantungan yang terlalu besar kepada energi fosil,” tutur Sudirman.
Ia memastikan, energi fosil akan habis dalam waktu tertentu sehingga tidak bijaksana bagi Indonesia untuk terlalu bergantung pada energi fosil.
“Kedua, kita (Indonesia) memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar. Sebagai energi terbarukan, ini berkelanjutan dan bersih,” ujarnya.
Sudirman menambahkan, pemerintah juga telah berkomitmen dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional pemerintah menargetkan kontribusi EBTKE terhadap total konsumsi energi di Indonesia pada 2025 nanti mencapai 23 persen dari posisi saat ini hanya 6,8 persen.
Senada dengan Sudirman, Fatih Birol, Direktur Eksekutif International Energy Agency (IEA) menilai pemerintah dalam menyusun kebijakan energi tidak bisa miopik namun harus melihat dalam jangka panjang. Energi bersih dan terbarukan, menurutnya, bukan lagi merupakan suatu “cerita romantis” yang diimpikan khalayak namun suatu realitas di mana berbagai negara tengah gencar mengembangkannya. Biaya dari untuk memproduksi EBT pun tidak lagi setinggi lima enam tahun lalu.
Selain itu, pengembangan EBT juga merupakan langkah konkrit pemimpin dunia yang telah berkomitmen untuk mengurangi emisi pada Konferensi Iklim di Paris tahun lalu. Tak ayal, Birol menyatakan dukungan penuh IEA pada pemerintah Indonesia yang tahun lalu telah dikukuhkan menjadi salah satu anggotanya.
“Merupakan langkah strategis dari pemerintah Indonesia untuk membawa energi bersih dan kemakmuran pada masyarakat Indonesia dan mengurangi impor energi (fosil) dari negara lain," ujar Birol.
(gen)