Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyepakati Nota Kesepahaman Bersama (Memorandum of Understanding/MoU) terkait Percepatan Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) di Indonesia. Bantuan OJK diperlukan untuk mendorong perbankan mendanai proyek EBTKE, karena dana pemerintah tidak cukup untuk melakukan pengembangan dengan cepat.
Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, pada 2025 nanti pemerintah menargetkan kontribusi EBTKE terhadap total konsumsi energi di Indonesia mencapai 23 persen dari posisi saat ini hanya 6,8 persen.
Demi mencapai target 23 persen tersebut, Sudirman berhitung total investasi yang dibutuhkan untuk menggarap proyek EBTKE mencapai Rp1.300 triliun-Rp1.600 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Sementara pemerintah baru mengalokasikan sekitar Rp2 triliun per tahun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itu kami berharap OJK bisa lebih mendongkrak peran lembaga jasa keuangan dalam menyediakan sumber pembiayaan,” tutur Sudirman di Kantor Pusat OJK, Jakarta, Rabu (3/2).
Mantan petinggi
Integrated Supply Chain (ISC) PT Pertamina (Persero) itu berharap setelah penandatangan MoU ini diharapkan bisa mendorong ketersediaan sumber pembiayaan bagi proyek EBTKE, baik dari sektor asuransi, dana pensiun, pasar modal, maupun perbankan dan lembaga keuangan lainnya.
Selain itu, hal ini juga meningkatkan kesadaran pelaku usaha sektor jasa keuangan bahwa investasi EBTKE merupakan investasi jangka panjang yang mendapatkan dukungan penuh pemerintah.
“
Sustainability dari dana itu bisa lebih terjamin karena mereka (pelaku sektor jasa keuangan) berkomitmen untuk jangka panjang dan ini cocok dengan investasi di bidang energi karena memang return-nya biasanya perlu waktu,” ujar Sudirman.
Akses Informasi TerbatasKetua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad mengungkapkan OJK mendorong industri jasa keuangan untuk memperbesar pembiayaan di sektor-sektor produktif, salah satunya sektor EBTKE. Menurut Muliaman, selama ini pelaku usaha memiiki keterbatasan informasi dan sumber daya manusia dalam memahami investasi di bidang EBTKE sehingga belum banyak pelaku yang membiayai sektor tersebut.
Tahun ini, lajut Muliaman, sektor jasa keuangan siap mengucurkan Rp1 triliun-Rp3 triliun untuk membiayai proyek terkait EBTKE.
“Mudah-mudahan ini bisa jadi satu model yang
proven sehingga kalau ini bisa
proven kemudian akan datang lembaga keuangan lain untuk
joint sama-sama dan saya kira nanti
size bisa lebih besar,” ujarnya.
Ruang lingkup MoU ini antara lain mengkoordinasikan dan mendorong kebijakan; melakukan pertukaran informasi dan data; mengkoordinasikan badan usaha dan pengelola yang bergerak di bidang EBTKE dengan lembaga jasa keuangan; melaksanakan edukasi dan sosialisasi; serta melaksanakan kegiatan dan koordinasi lainnya.
(gen)