Butuh Modal Asing, Suku Bunga Negatif Tak Cocok di Indonesia

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Jumat, 12 Feb 2016 16:59 WIB
Tujuan memangkas suku bunga menjadi negatif adalah untuk mendorong masyarakat dan pelaku usaha agar membelanjakan uangnya yang selama ini disimpan di bank.
Tujuan memangkas suku bunga menjadi negatif adalah untuk mendorong masyarakat dan pelaku usaha agar membelanjakan uangnya yang selama ini disimpan di bank. (REUTERS/Garry Lotulung).
Jakarta, CNN Indonesia -- Kebijakan suku bunga negatif yang telah digunakan sejumlah bank sentral untuk mendorong ekonomi negaranya, dinilai tidak cocok diterapkan perbankan di Indonesia. Status sebagai negara berkembang yang masih butuh modal asing, menjadi alasan utama.

“Kebijakan suku bunga hanya diterapkan di negara-negara maju, Indonesia belum bisa menerapkannya karena kita masih butuh aliran modal (capital inflow),” ujar Deputi Country Asian Development Bank (ADB) Edimon Ginting, Jumat (12/2).

Sebelumnya, sejumlah bank sentral yang telah menerapkan suku bunga negatif antara lain Denmark sebesar -1 persen, Swiss -0,75 persen, Swedia -0,35 persen, Bank Sentral Eropa -0,3 persen, dan Jepang sebesar -0,1 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Chief Economist BCA David Sumual menyebut tujuan bank sentral memangkas suku bunga menjadi negatif adalah untuk mendorong masyarakat dan pelaku usaha agar membelanjakan uangnya yang selama ini disimpan di bank dalam bentuk deposito.

Ketika menyimpan uang di bank tak lagi dirasa menguntungkan akibat imbal hasil yang kecil, masyarakat akan memutar otak agar tetap mendapat untung dari dana yang mereka miliki saat ini.

Namun kondisi tersebut akan berbeda jika diterapkan di Indonesia. David mengatakan tingkat inflasi di Indonesia masih cukup moderat karena tingkat konsumsi yang masih baik. Penyaluran kredit yang dilakukan oleh perbankan juga masih berada dalam kondisi yang baik.

“Di Jepang akibat suku bunga tinggi dan bubble property mereka sudah hampir dua dekade mengalami resesi. Inflasi mereka sangat rendah, perekonomian tidak berkembang. Makanya mereka menerapkan suku bunga negatif agar mereka bisa konsumsi lebih besar dan perekonomian berjalan,” ujar David saat dihubungi.

Selain kondisi ekonomi yang sudah stagnan, suku bunga negatif juga diterapkan akibat bank sentral banyak menampung kelebihan deposito yang dititipkan oleh perbankan. Dengan menerapkan suku bunga negatif maka perbankan dipaksa untuk mengurangi simpanannya di bank sentral.

“Karena sudah negatif, justru perbankan harus membayar biaya penyimpanan tadi ke bank sentral, ini yang merugikan. Daripada merugikan makanya bank sentral mendorong dana tadi dikucurkan saja ke masyarakat untuk menstimulus perekonomian,” jelasnya.

Menurutnya, langkah kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) yang menerapkan suku bunga 7,25 persen dinilai sudah tepat. Suku bunga acuan BI dinilai masih menarik perhatian pemodal apabila dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER