Jakarta, CNN Indonesia -- Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) menilai penurunan harga minyak dunia menjadi momentum penting untuk melakukan reformasi subsidi bahan bakar fosil yang sejalan pula dengan upaya mengurangi emisi karbon.
"Harga minyak yang rendah saat ini menawarkan jendela peluang untuk anggota APEC bergerak menuju harga pasar dengan cara yang mengurangi kecemasan masyarakat sambil membangun ketahanan struktur reformasi mereka untuk terlindung dari fluktuasi harga secara global," ujar Phyllis Genther Yoshida, Ketua Kelompok Kerja Energi APEC melalui keterangan tertulis, Senin (15/2).
Dia mengungkapkan, para pejabat bidang energi dan keuangan dari 21 anggota ekonomi APEC sedang membangun kapasitas untuk mengambil keuntungan dari turunnya harga minyak sebagai peluang memerangi perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, para pejabat tersebut telah mengidentifikasi tantangan dan praktik terbaik untuk memfasilitasi pelaksanaan reformasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) oleh negara-negara APEC.
Hasil identifikasi tersebut dicapai melalui diskusi yang berlangsung di Honolulu pada Desember 2015.
"Subsidi BBM yang tidak efisien menguras fiskal anggaran pemerintah, mendorong konsumsi bahan bakar fosil yang boros dengan dampak buruk bagi iklim serta menghambat investasi pengembangan energi bersih dan terbarukan," kata Yoshida.
Dia menambahkan, banyak program subsidi bahan bakar fosil yang telah menjadi regresif dan seringkali gagal untuk membantu masyarakat yang miskin dan rentan.
"Waktu untuk reformasi subsidi BBM ini harus menjadi pertimbangan utama mengingat sensitivitas dari masalah domestik ini," ujar dia.
Sementara itu, Badan Energi Internasional mengungkapkan sekitar setengah triliun dolar AS setiap tahun disalurkan untuk subsidi bahan bakar fosil di seluruh dunia, dan nilai itu hampir empat kali biaya untuk energi terbarukan.
Badan Energi Internasional juga memperkirakan bahwa kurang dari delapan persen dari subsidi itu mencapai masyarakat termiskin yang diperkirakan 20 persen dari populasi.
"Subsidi BBM fosil yang kompleks dan tantangan struktural memberikan dorongan bagi ekonomi APEC untuk bekerja sama memperkuat strategi teknis mereka untuk mengadopsi reformasi yang efektif dan berkelanjutan," kata Yoshida.
(ags)