Kereta Cepat jadi Prioritas, Pemerintah Dinilai Tak Konsisten

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Senin, 15 Feb 2016 18:00 WIB
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran mendesak pemerintah mencabut Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategi Nasional.
Presiden RI Jokowi di depan model kereta cepat Jakarta-Bandung. (Reuters/Gerry Lotulung)
Jakarta, CNN Indonesia -- Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mendesak pemerintah mencabut Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategi Nasional, menyusul masuknya proyek kereta cepat Jakarta - Bandung dalam lampiran beleid tersebut.

Sekretaris Jenderal Fitra, Yenny Sucipto mengatakan hal itu bertentangan dengan tujuan dibentuknya Perpres itu yang berisikan agenda-agenda prioritas. Sampai saat ini, jelasnya, belum ada urgensi terkait mega proyek senilai US$ 5,5 miliar tersebut.

"Pembuatan perpres ini merupakan bentuk inkonsistensi pemerintah. Padahal di dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 hingga 2019 tidak disebutkan adanya proyek ini," jelas Yenny di Jakarta, Senin (15/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Yenny menambahkan, seharusnya pemerintah banyak memasukkan proyek-proyek yang mengarah ke perbaikan dan kesehatan, sesuai dengan pasal 28 H dan pasal 31 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Namun nyatanya, gabungan anggaran kesehatan dan pendidikan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 tidak memiliki proporsi sampai 20 persen.

"Kalau melihat data di APBN, porsi anggaran pendidikan hanya sebesar 11,3 persen sedangkan kesehatan sebesar 5,1 persen dari total anggaran. Memang menurut kami, akses terhadap kedua hal ini yang lebih genting dibandingkan proyek kereta cepat," ujarnya.

Sementara itu, Peneliti Fitra, Gulfino Guevarato mengatakan Perpres tersebut berpotensi menjadi ladang penyalahgunaan karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Ia menuturkan, hal itu terlihat dari pasal 31 Perpres Nomor 3 Tahun 2016 yang menyebut audit internal pemerintah paling lama hanya dijalankan selama 30 hari jika ditemukan indikasi penyalahgunaan wewenang oleh pelaksana proyek strategis seperti Pemerintah Daerah Tingkat I dan Tingkat II.



Hal itu, tambahnya, bertentangan dengan pasal 3 UU Tipikor yang mengatakan bahwa setiap pihak yang menyalahgunakan kewenangan dapat dipidana dengan penjara seumur hidup, atau penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun, dan atau denda dengan nilai Rp 50 juta hingga Rp 1 miliar.

"Perpres ini juga menunjukkan adanya inkonsistensi dengan peraturan sebelumnya. Kami khawatir proyek-proyek ini bisa menjadi bahan bancakan para pejabat," tutur Gulfino di lokasi yang sama.

Sebagai informasi, Perpres Nomor 3 Tahun 2016 diteken pada 12 Januari 2016 dan berisikan percepatan 225 proyek strategis yang akan dibangun pemerintah. (ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER