Indef: Surplus Perdagangan Bonus Kejatuhan Harga Minyak

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Selasa, 16 Feb 2016 02:19 WIB
Penurunan ekspor nonmigas pada Januari 2016 dianggapnya sebagai peringatan bagi pemerintah di tengah lemahnya pelemahan permintaan ekspor.
Ilustrasi Penurunan Harga Minyak Dunia. (Thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Institute for Development of Economic and Finance (Indef) menganggap surplus neraca perdagangan Indonesia adalah bonus dari kejatuhan harga minyak mentah dunia.

Peneliti Indef Dzulfian Syafrian menuturkan harga minyak dunia anjlok ke level terendah dalam dekade terakhir, hingga menembus US$30 per barel.

Alhasil, lanjutnya, baik ekspor maupun impor migas Indonesia turun secara nilai akibat fenomena kejatuhan harga minyak dunia ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hanya saja jika dilihat lebih dalam dan detil, volume ekspo/impor biasanya tidak berubah sesignifikan nilai ekspor/impor," tuturnya melalui surat elektronik, Senin (15/2).

Menurutnya, penurunan harga minyak saat ini adalah peluang besar bagi negara-negara pengimpor minyak seperti Indonesia. Pasalnya, selain membuat neraca perdagangan menjadi surplus, tren negatif harga minyak ini  juga bisa membantu stabilisasi rupiah.

"Penurunan harga minyak juga merupakan insentif bagi dunia usaha karena ongkos produksi mereka menjadi lebih rendah, bonus dari turunnya harga minyak dan enegi secara keseluruhan," tuturnya.

Namun, lanjutnya, penurunan harga minyak juga membuat penerimaan negara menjadi lebih sulit. Dia meyakini setoran dari sektor migas ke kas negara akan turun secara signifikan.

"Oleh karena itu pemerintah harus mencari alternatif penerimaan, salah satunya yang utama adalah dengan terus menggenjot dan mengoptimalisasi penerimaan perpajakan karena tax ratio kita masih sangat rendah. Apalagi jika kita bandingkan dengan Negara-negara tetangga," jelasnya


Dzulfian juga menyoroti penurunan ekspor nonmigas pada Januari 2016 sebesar 11,52 persen dibanding Desember 2015, setelah hanya mencatatkan nilai sebesar US$9,39 miliar. Hal ini dianggapnya sebagai peringatan bagi pemerintah di tengah lemahnya pelemahan permintaan ekspor.

"Bahkan, dunia-dunia sekarang sedang gencar melakukan perang mata uang guna mendongkrak ekspor dan perekomian mereka yang terancam resesi," katanya.

"Jika hal ini terus terjadi, baik ekspor migas dan nonmigas kita akan semakin terpukul. Solusi untuk mencari pasar alternatif dan diversifikasi pasar menjadi agenda mendesak pemerintah," jelas Dzulfian. (ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER