Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia Faisal Basri menilai salah satu opsi terbaik yang dimiliki pemerintah untuk menjaga kesinambungan fiskal tahun ini adalah dengan memotong anggaran belanja negara.
Kebijakan ini disarankan Faisal menyusul upaya pemerintah menggenjot penerimaan negara lewat pengampunan pidana pajak (tax amnesty) terhambat di parlemen.
Berdasarkan realisasi penerimaan pajak tahun lalu, Faisal Basri mengatakan, pertumbuhan alamiah penerimaan pajak 2016 minimal 13 persen. Adapun indikator untuk mengkalkulasi pertumbuhan alamiah penerimaan adalah target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen dan inflasi 4,7 persen ditambah upaya ekstra para fiskus 3 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan asumsi tersebut, ia menilai pertumbuhan alamiah penerimaan tersebut tidak sebanding dengan peningkatan alokasi belanja dalam APBN 2016, dari Rp1.984,1 triliun pada tahun lalu menjadi Rp2.095,7 triliun.
Sementara target pendapatan negara dalam APBN tahun 2016 ditetapkan sebesar Rp1.822,5 triliun, yang bersumber dari penerimaan perpajakan Rp1.546,7 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak Rp273,8 triliun.
"Kalau menurut saya tidak ada cara lain yang sehat kecuali pangkas itu belanja. Namun itu tidak berarti proyek-proyek yang sudah dicanangkan tidak jadi dikerjakan," kata Faisal di Jakarta, Rabu (24/2) malam.
Mantan Ketua Tim Reformasi dan Tata Kelola Migas itu mengatakan pemerintah tidak seharusnya mengandalkan satu kebijakan saja sebagai sumber penerimaan. Terlebih, efek penerimaan negara dari tax amnesty hanya dirasakan setahun.
"Karena tax amnesty itu efeknya cuma setahun. Tahun berikutnya apalagi ? Di negara manapun, tax amnesty diiringi oleh peningkatan penerimaan pajak yang sustainable," katanya.
Kendati anggaran belanja dipangkas, program pembangunan infrastruktur diharuskan tetap berjalan tahun ini. Ia mendorong sejumlah perusahaan BUMN agar membiayai dirinya sendiri, di antaranya dengan mengeluarkan surat utang (obligasi) sendiri.
"Jadi pemerintah Indonesia tidak perlu menerbitkan surat utang. Kalau mau terbitin utang pemerintah kan harus hati-hati, nanti terbentur batas defisit anggaran di Undang-Undang yang tidak boleh lebih 3 persen," jelasnya.
Dia mencontohkan hal ini seperti yang dilakukan PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) yang pernah menerbitkan obligasi senilai Rp9 triliun-Rp10 triliun untuk membiayai proyek pelabuhan.
"Konsekuensinya, proyek tersebut harus keren, kalau tidak surat utangnya tidak akan laku," tutur ekonom tersebut.
Sementara terkait target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen yang dicanangkan pemerintah, Basri pesimis bisa tercapai. Dengan apa yang telah disampaikannya pun, dia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2016 maksimal 5,2 persen.
"Pertumbuhan ekonomi 2016 akan lebih baik dari 2015, meski lebih rendah dari target pemerintah tetapi lebih tinggi dari perkiraan IMF," katanya.
Sementara terkait target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen yang dicanangkan pemerintah, Faisal Basri pesimistis target itu bisa tercapai. Dengan apa yang telah disampaikannya pun, dia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2016 maksimal 5,2 persen.
"Pertumbuhan ekonomi tahun 2016 akan lebih baik dari 2015, meski lebih rendah dari target pemerintah tetapi lebih tinggi dari perkiraan IMF," tutur Faisal.
(ags)