Jakarta, CNN Indonesia -- Berlakunya kesepakatan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) mulai hari ini, Kamis (31/12), menjadi catatan khusus bagi Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri. Ia berpendapat di awal pemberlakuannya, MEA memiliki sejumlah kelemahan dibandingkan Uni Eropa yang jauh lebih dulu terbentuk.
“Dari namanya saja sudah mencerminkan perbedaan mendasar. Uni Eropa sejak berdirinya sudah menerapkan berbagai instrumen untuk berintegrasi. Mereka punya mata uang tunggal, anggaran tersendiri, dan Parlemen Eropa,” kata Faisal dalam blog pribadinya.
Sementara MEA yang digagas pertama kali dalam Konferensi Tingkat Tinggi Asean di Bali pada Oktober 2003 lalu, tidak menggunakan kata integrasi dengan instrumen yang berbeda pada setiap negara anggota Asean. Menurut Faisal, Asean lebih menekankan pada integrasi dengan perekonomian global.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Memang, pendirian Asean sendiri lebih sarat dengan muatan politik ketimbang ekonomi. Jadi instrumen yang diandalkan adalah kerjasama. Suatu kesepakatan hampir selalu diiringi dengan daftar pengecualian yang panjang,” ujarnya.
Oleh karena itu, Faisal menilai wajar jika sebelum MEA berlaku, yang mengemuka bukanlah integrasi atau unifikasi melainkan konektivitas lewat
physical connectivity,
institutional connectivity, dan
people-to-people connectivity.
Indonesia menurutnya sudah tertinggal beberapa langkah dibanding negara-negara tetangganya. Ia menyebut maskapai penerbangan negara lain sudah lama leluasa mendarat di berbagai kota di Indonesia. Selain itu, bank-bank milik Malaysia dan Singapura dengan mudah dijumpai di kota-kota besar Indonesia.
Holding Bank BUMNFaisal mencatat tiga bank terbesar dari segi aset di Asean diborong oleh Singapura. Tiga posisi berikutnya diduduki oleh bank-bank Malaysia. Kemudian di posisi ke-7 sampai ke-10 diisi oleh bank-bank Thailand. Sementara Bank Mandiri sebagai bank terbesar di tanah air menyusul di posisi ke-11.
“BRI, BCA, dan BNI menguntil setelah Mandiri. Supaya lebih bertaji, tidak ada pilihan lain bagi bank-bank nasional kecuali melakukan konsolidasi dengan bergabung. Jika misalnya Mandiri dan BNI bergabung, posisinya langsung naik ke urutan ke-7,” kata Faisal.
Langkah menggabungkan bank pelat merah itu pun menurut Faisal sudah didului oleh Singapura, Malaysia, dan Thailand secara konsisten. Padahal, bank diibaratkannya sebagai jantung perekonomian suatu negara yang memiliki fungsi menyedot dana dari masyarakat dan memompakan kembali dana itu dalam bentuk kredit.
“Betapa lemah fungsi jantung dalam perekonomian Indonesia tercermin dari besarnya kredit yang disalurkan sektor keuangan hanya 46 persen dari PDB, jauh lebih kecil dibandingkan Thailand sebesar 173 persen, Malaysia 143 persen, dan Vietnam 108 persen. Kita hanya menang tipis terhadap Kamboja (40 persen),” tegasnya.
(gen)