Jakarta, CNN Indonesia -- Negara-negara ekonomi terkemuka dunia yang tergabung dalam Kelompok 20 (G20) sepakat untuk memaksimalkan semua alat kebijakan, baik fiskal maupun moneter, guna menggenkot pertumbuhan ekonomi global yang tengah lesu.
Konsensus kebijakan stimulus ini dibuat dalam pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara G20 di Shanghai, Sabtu (27/2).
Meskipun Jerman mencemaskan dampak dari kebijakan stimulus fiskal ini, namun komunike G20 mengatakan itu diperlukan mengingat pemulihan ekonomi global masih belum merata dan gagal mencapai ambisi pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan dan seimbang.
Pimpinan G20 itu bertemu di tengah kekhawatiran perlambatan ekonomi China selaku tuan rumah. Selain itu, penurunan tajam di pasar keuangan dunia, dan peningkatan suku bunga AS untuk pertama kalinya dalam sembilan tahun, serta kebijakan suku bunga negatif Jepang turut membayangi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
OECD pada pekan lalu memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2016, dari 3,3 persen menjadi 3 persen.
Komunike G20 mengutip daftar risiko-risiko tertentu yang dihadapi dunia, termasuk arus modal yang bergejolak, penurunan harga komoditas dan meningkatnya ketegangan geopolitik, seta "potensi kejutan keluarnya Inggris dari Uni Eropa serta meningkatnya pengungsi dalam jumlah besar di beberapa wilayah".
Namun perbedaan pendapat tentang "obat" yang tepat muncul pada pertemuan hari pertama, Jumat (26/2), setelah Menteri Keuangan Jerman Wolfgang Schaeuble mengatakan upaya untuk meningkatkan perekonomian dengan melonggarkan moneter dan stimulus fiskal bisa menjadi kontraproduktif.
"Kebijakan fiskal serta moneter telah mencapai batas mereka," katanya dikutip dari Antara.
"Jika Anda ingin ekonomi riil tumbuh tidak ada jalan pintas tanpa reformasi," tuturnya.
Sebagai anggota terbesar dan terkaya di Uni Eropa, Jerman terkadang memiliki prioritas ekonomi yang berbeda dengan negara-negara lain. Pernyataan Schaeuble itu menunjukan sikap Jerman yang bertentangan dengan Amerika Serikat, Inggris dan Chinak, yang semuanya mendukung penggunaan alat-alat moneter dan fiskal untuk melawan penurunan, serta reformasi struktural.
"Berlin tidak setuju pada paket stimulus fiskal G20", kata menteri keuangan Jerman.
Menteri Keuangan Prancis Michel Sapin mengatakan kepada AFP sebelumnya, tak seorang pun menteri keuangan atau gubernur bank sentral yang mengusulkan paket stimulus global terkoordinasi. Menurutnya, perlu cara "cerdas" untuk "mendukung permintaan dunia.
Menteri Keuangan AS Jacob Lew mengatakan semakin penting untuk menggunakan semua tuas kebijakan yang tersedia. "Dan itu berarti menggunakan tingkat fiskal serta kebijakan moneter dan reformasi struktural".
Dalam komunike G20 menegaskan kembali komitmen sebelumnya untuk menahan diri dari devaluasi kompetitif atau menargetkan nilai tukar untuk tujuan yang kompetitif.
Ada kekhawatiran yang meluas bahwa China bisa menurunkan nilai yuannya dalam upaya mengangkat sektor ekspornya yang sedang kesulitan meskipun pejabat terkait membantah rencana tersebut.
"Tidak ada dasar untuk penyusutan renminbi (yuan) berlanjut dari perspektif fundamental," ujar Gubernura Bank Sentral Tiongkok (PBoC) Zhou Xiaochuan.
"Kami tidak akan menempuh devaluasi kompetitif untuk meningkatkan keuntungan ekspor kami," lanjutnya.
(ags)