Perang Menteri di Media atas Blok Masela Makin Tak Produktif

Diemas Kresna Duta | CNN Indonesia
Selasa, 01 Mar 2016 13:50 WIB
Menteri ESDM Sudirman Said dan Menko Kemaritiman Rizal Ramli makin gencar beradu pendapat terkait skema pembangunan fasilitas regasifikasi LNG Blok Masela.
Pengamat energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai silang pendapat mengenai penentuan skema pengembangan fasilitas pengolahan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) Blok Masela oleh dua menteri Kabinet Kerja beberapa waktu terakhir semakin tak produktif. (Dok. Pribadi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai silang pendapat mengenai penentuan skema pengembangan fasilitas pengolahan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) Blok Masela oleh dua menteri Kabinet Kerja beberapa waktu terakhir semakin tak produktif.

Ini mengingat pembahasan yang berujung pada praktik saling tuding di antara dua menteri yang malah mengesampingkan substansi dari keberadaan proyek di Provinsi Maluku tersebut.

"Saya lihat polemik antara Sudirman Said (Menteri ESDM) dan Rizal Ramli (Menko Kemaritiman) kian tak produktif karena yang dipermasalahkan malah yang tidak berkaitan langsung subtansi proyek Masela. Bukannya membahas manfaat untuk masyarakat Maluku, malah sekarang saling tuding soal adanya kepentingan bisnis di belakang alasan," ujar Fahmy saat dihubungi, Selasa (1/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fahmy yang juga mantan anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas mengungkapkan, dirinya sudah mendengar bahwa isu yang berembus belakangan ini terkonsentrasi pada adanya dugaan kepentingan bisnis di 'belakang' alotnya argumen dua menteri tadi.

Di mana penetapan skema pengembangan fasilitas darat (onshore) diduga ditunggangi oleh kepentingan perusahaan pipa gas dan penguasa tanah di dekat lokasi wilayah kerja Masela.

Sementara itu di balik skema pengembangan fasilitas laut (offshore), disinyalir terdapat kepentingan bisnis menyoal pembelian teknologi eksplorasi dan produksi yang ditawarkan oleh salah satu investor.

"Dan yang juga dilupakan adalah bagaimana peran badan usaha milik negara dalam hal ini Pertamina untuk bisa turut mengelola. Yang saya dengar, dari permintaan 20 persen participating interest (PI) nyatanya permintaan itu tidak digubris oleh Sudirman dan Rizal. Padahal di Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 sudah jelas tertulis tentang bagaimana negara harus menguasai isi bumi di tanah Indonesia," tegas fahmy.

Ketegasan Jokowi

Berangkat dari hal tersebut, Fahmy pun meminta kedua Menteri untuk berkepala dingin dan bersikap dewasa. Apalagi, belakangan hubungan kedua Menteri juga diketahui semakin renggang.

"Dan ini sudah menjadi tugas Presiden. Pak Jokowi harus segera memutuskan skema Blok Masela agar investor tidak kabur," cetusnya.

Kemarin, Sudirman Said mengatakan bahwa di tengah pengambilan putusan mengenai skema pengembangan LNG terdapat salah satu koleganya yang menghambat lantaran mendesak investor Blok Masela yakni Inpex Corporation dan Shell Shell Upstream Overseas Services Ltd untuk keluar dari megaproyeknya.

Namun, mantan pimpinan divisi pengadaan minyak (Integrated Supply Chain/ISC) Pertamina itu enggan secara tegas menyebut kolega yang ia maksud telah menghambat.

"Ada lah, nanti kalian juga tahu. Dia tidak hanya menghambat soal Masela. Dari mulai listrik, DKE, Freeport sudah mau dibereskan dihambat semua," cetus Sudirman.

Saat ditemui secara terpisah, Rizal Ramli menegaskan bahwa dirinya tak pernah mendesak investor Blok Masela mundur dari megaproyek yang ditaksir menelan investasi US$14,3 miliar hingga US$22,3 miliar tergantung skema yang dipilih.

"Itu spekulasi. Tidak benar," jawab Rizal saat ditemui di Istana Negara, kemarin. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER