Saleh Husin: Pasar Bebas ASEAN Ancam Industri Mebel Nasional

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Kamis, 10 Mar 2016 18:10 WIB
Menperin Saleh Husin mengatakan ancaman MEA bisa muncul jika produk furnitur dan kerajinan dari negara tetangga membanjiri pasar lokal.
Menteri Perindustrian Saleh Husin mengamati proses produksi furnitur didampingi advisor PT Rakabu Sejahtera, Mahmud Nurwindu di pabrik mebel milik Rakabu Sejahtera di Sragen, Solo Raya, Jawa Tengah, Kamis (11/6/2015). (Dok. Kementerian Perindustrian)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) bisa menjadi peluang sekaligus ancaman bagi industri furnitur dan kerajinan dalam negeri.

"AEC ini diharapkan dapat menjadi komunitas kerjasama antar negara-negara ASEAN. Namun, AEC dapat menjadi peluang atau ancaman bagi industri dalam negeri khususnya industri furnitur dan kerajinan," tutur Menteri Perindustrian Saleh Husin saat membuka Pameran Furnitur Indonesia 2016 di Jakarta Convention Center, Kamis (10/3).

Saleh mengungkapkan, MEA memberikan peluang bagi industri furnitur dan kerajian nasional untuk bisa memperluas pasarnya di Asia Tenggara. Sementara, ancaman bisa muncul jika produk furnitur dan kerajinan dari negara tetangga membanjiri pasar lokal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Guna mengantisipasi penerapan AEC, Saleh mengatakan pemerintah telah menyusun berbagai kebijakan, antara lain dengan mengimplementasikan Standar Nasional Indonesia (SNI). Selain itu, pemerintah juga menerapkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) sebagai rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan keahlian, serta menggelar berbagai kegiatan pelatihan dalam rangka mengembangkan kemampuan sumber daya manusia para pengrajin furnitur dan kerajinan.

Dalam pengembangan industri nasional, lanjut Saleh, industri furnitur dan kerajinan merupakan salah satu industri prioritas yang menghasilkan produk bernilai tambah tinggi dan berdaya saing global. Selain itu, industri ini merupakan penghasil devisa negara serta menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang signifikan.

"Saat ini industri furnitur berbahan baku kayu dan rotan nasional menyerap tenaga kerja langsung dan tidak langsung sebanyak 2.5 juta orang,"ujarnya.

Menurutnya, daya saing industri furnitur dan kerajinan Indonesia di pasar global terletak pada sumber bahan baku alami yang melimpah dan berkelanjutan serta didukung oleh keragaman corak dandesain yang berciri khas lokal serta ditunjang oleh sumber daya manusia yang cukup kompeten.

Saleh mengungkapkan dalam beberapa tahun terakhir industri furnitur kayu dan rotan terus mengalami peningkatan yang signifikan. Hal itu tidak terlepas dari upaya pemerintah meningkatkan daya saing produk nasional dan promosi internasional.

Nilai ekspor furnitur kayu dan rotan pada 2012 mencapai sekitar US$1,4 miliar, lalunaik menjadi sekitar US$1,8 Miliar pada 2013. Kemudian secara total pada 2014 nilai ekspor furnitur kayu dan rotan nasional mencapai kurang lebih US$2,2 miliar. Sementara tahun lalu, Badan Pusat Statistik mencatat ekspor furnitur kayu dan rotan nasional mencapai sekitar US$2,6 miliar.

Komposisi ekspor furnitur Indonesia dilihat dari segi bahan baku masih didominasi oleh bahan baku kayu 59,5 persen, metal 8,1 persen, rotan 7,8 persen, plastik 2,3 persen, bambu 0,5 persen, lain-lain 21,3 persen.

"Kami punya target, di dalam lima tahun ke depan ekspor furnitur dan kerajinan bisa mencapai US$5 miliar," ujarnya.

Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Taufik Gani menambahkan produk kreatif Indonesia mendapatkan apreasiasi yang tinggi di mata internasional. Pangsa pasar ekspor furnitur Indonesia terutama ke Amerika Serikat, Jepang, Perancis, Inggris dan Belanda.

Saat ini, kata Taufik, pesaing terbesar Indonesia di Asia Tenggara adalah Vietnam. Pasalnya, upah tenaga kerja Vietnam lebih murah. Selain itu, Vietnam juga banyak mengimpor kayu dari beberapa negara seperti Laos, Selandia Baru, dan Amerika.

"Vietnam negara berkembang jadi baru mulai beralih dari tidak produktif menjadi produktif," ujarnya.

Di sisi lain, lanjutnya, pasar mebel di Indonesia masih belum digarap optimal oleh pemain lokal. Saat ini, pasar lokal masih dibanjiri oleh produk furnitur dari China, Malaysia, dan Singapura. Oleh karenanya, Asmindo tahun ini akan mulai fokus menggarap pasar lokal.

"Potensi pasar industri mebel di Indonesia sangat besar, namun sayangnya belum dikuasai dan digarap oleh pelaku lokal secara maksimal," ujarnya. (ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER