Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah fakta menarik terungkap di tengah memanasnya penetapan skema pengembangan Blok Masela di Maluku.
Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Haposan Napitulu mengatakan, di dalam rencana pengembangan atau
plan of development (PoD) yang disodorkan ke meja Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) beberapa waktu lalu kontraktor Blok Masela yakni Inpex Corporation dan Shell Upstream Overseas Services meminta pemerintah memberikan izin atas penggunaan skema pendaanaan
trustee borrowing scheme (TBS).
"Iya, dan ini (sebenarnya) sudah biasa untuk proyek-proyek besar," ujar Haposan saat ditemui di kantornya, Jumat (11/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui,
trustee borrowing scheme atau TBS merupakan skema pendanaan yang disodorkan para pemilik proyek ke perbankan untuk dapat memperoleh pinjaman atau kredit.
Sebagai konsekuensi, pengenaan bunga kredit yang dikenakan bank ke kontraktor akan dimasukan ke dalam pos
cost recovery yang sedianya menjadi tanggungan negara.
Selain skema TBS Haposan bilang, dalam PoD yang disodorkan Inpex dan Shell juga terdapat beberapa ketentuan yang menjadi rezim fiskal dari kontrak Blok Masela.
Diantaranya mengenai besaran komponen
First Tranche Petroleum (FTP) dalam kontrak bagi hasil (
Production Sharing Contract/PSC) Blok Masela berada di angka 15 persen.
Sebagai catatan, FTP merupakan sejumlah produksi minyak atau gas bumi yang langsung disisihkan pada saat sumur minyak dan gas bumi pertama kali berproduksi.
Jika melihat substansinya penyisihan FTP sendiri dimaksudkan agar kegiatan produksi dari blok migas bisa langsung dirasakan pemerintah sebelum dikurangi besaran biaya operasional atau
cost recovery.
"Seingat saya Blok Masela itu 15 persen. Kalau 20 persen, tentunya akan
shareable," imbuh Haposan.
Sedangkan untuk penerapan skema
cost recovery, kata dia biaya penggantian atas biaya operasional Blok Masela bersifat
unlimited.
"Kalau pun ada itu hanya audit yang dilakukan SKK Migas. Sedangkan yang
investment credit tidak ada," cetusnya.
Pada kesempatan berbeda, Deputi Perencanaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Gunawan Sutadiwiria mengakui bahwa beberapa ketetapan ini sudah disetujui pada PoD yang diajukan Inpex pada 2010 silam atau sebelum pengembangan fasilitas pengolahan gas bumi Blok Masela mengalami perubahan kapasitas.
Bagi Hasil 60-40Sementara terkait porsi bagi hasil (equity to be split/EBTS), Gunawan menyebut pengembangan Blok Masela berada di angka 60 persen untuk pemerintah (
goverment take) dan 40 persen untuk kontraktor.
"Sebenarnya hanya memindahkan saja ketika PoD 2010 saat kapasitas masih 2,5 juta ton per tahun. Nah ketika 7,5 ton per tahun sama saja," kata Gunawan.
(gen)