Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah belum menemui kesepakatan terkait metode perhitungan nilai saham (valuasi) divestasi PT Freeport Indonesia. Sampai saat ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian lain belum menemukan titik temu perihal parameter valuasi saham tersebut.
"Masih dibahas. Belum ada kesepakatan soal parameternya," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono di Jakarta, Rabu (16/3).
Bambang mengungkapkan, parameter yang belum disepakati di antara Kementerian mencakup perhitungan masa berlaku kontrak pertambangan Freeport yang sedianya akan habis pada 2021.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebab, jika kontrak karya Freeport berakhir di 2021 maka perusahaan asal Amerika masih bisa mengajukan perpanjangan seperti yang tertera dalam kontrak karya 1991 dengan tenor dua kali 10 tahun.
Selain itu Bambang bilang hal yang juga menjadi pembahasan alot di level Kementerian ialah nilai saham yang ditawarkan Freeport pada angka US$1,7 miliar dengan mengacu umur tambang hingga 2041.
Di samping itu, internal pemerintah juga belum menyepakati mekanisme perhitungan saham apakah menggunakan nilai pasar atau tidak.
Meski belum menemukan kesepakatan mengenai parameter harga saham Freeport, pemerintah menurutnya berjanji akan segera menyelesaikan kendala yang ada. Karena proses divestasi saham Freeport sebesar 10,64 persen seharusnya sudah dimulai sejak Oktober 2015 lalu.
"Secepatnya kami selesaikan parameter ini," ujarnya.
Seperti diketahui, dalam rangka menghitung nilai wajar saham Freeport pemerintah telah membentuk Tim Penyelesaian Divestasi pada 4 Maret 2016.
Tim tersebut terdiri dari Kementerian Koordinasi bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Sekretariat Kabinet.
(gen)