Jakarta, CNN Indonesia -- Federal Reserve mempertahankan level suku bunga pada Rabu (16/3) dan menunjukkan bahwa pertumbuhan moderat ekonomi AS dan "pertumbuhan pekerjaan yang kuat" akan memungkinkan untuk mengetatkan kebijakan tahun ini.
Seperti dikutip dari
Reuters, terdapat proyeksi yang menunjukkan bahwa para pembuat kebijakan memperkirakan dua kenaikan sebesar seperempat poin pada akhir tahun ini, yang setengah jumlahnya diprediksi pada bulan Desember.
Bank sentral AS tersebut, bagaimanapun, mencatat bahwa Negeri Paman Sam itu terus menghadapi risiko dari ekonomi global yang tidak menentu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berbagai indikator baru-baru ini, termasuk pertumbuhan pekerjaan yang kuat, menunjuk ke penguatan tambahan dari pasar tenaga kerja. Inflasi meningkat dalam beberapa bulan terakhir," kata Fed dalam sebuah pernyataan kebijakan di mana menyatakan kisaran target untuk suku bunga pinjaman tetap sebesar 0,25 persen hingga 0,50 persen.
"Namun, perkembangan ekonomi dan keuangan global terus menimbulkan risiko dan akan menjaga inflasi yang rendah untuk sisa 2016,” katanya.
Dalam konferensi pers, Ketua The Fed Janet Yellen mengatakan hal itu tetap harus melihat bagaimana posisi inflasi inti AS baru-baru ini, yang tidak termasuk komponen energi dan makanan yang
volatile, akan tetap bertahan.
Para pembuat kebijakan The Fed memproyeksikan pertumbuhan ekonomi yang lebih lemah dan inflasi rendah tahun ini serta menurunkan perkiraan mereka dari mana suku bunga pinjaman yang ditargetkan dalam jangka panjang menjadi 3,30 persen dari 3,50 persen, sinyal bahwa pemulihan ekonomi akan tetap lesu.
Prospek suku bunga bergeser dari empat kenaikan yang diharapkan ketika Fed menaikkan suku pada bulan Desember untuk pertama kalinya dalam hampir satu dekade. Mayoritas pembuat kebijakan sekarang mengatakan mereka berharap akan menaikkan suku sekitar setengah persentase poin saja pada akhir tahun ini.
"Keputusan pertama kami ini adalah bahwa hal itu mungkin bersandar sedikit lebih
dovish, relatif terhadap ekspektasi," kata Tom Porcelli, kepala ekonom RBC Capital Markets di New York.
Adapun dolar AS jatuh terhadap euro dan yen setelah pernyataan tersebut. Imbal hasil obligasi dari dua sampai 10 tahun mencapai posisi terendah, sementara pasar saham menguat, dengan S&P 500 mencapai level tertinggi intraday sejak 4 Januari
(gir)