Parlemen Perancis Gelar Voting Pajak Impor Sawit Hari Ini

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Kamis, 17 Mar 2016 07:58 WIB
Ini bukan upaya pertama parlemen Prancis mengenakan pajak pada kelapa sawit yang selama ini dianggap sebagai penyebab penebangan dan kebakaran hutan.
Ini bukan upaya pertama parlemen Prancis mengenakan pajak pada kelapa sawit yang selama ini dianggap sebagai penyebab penebangan dan kebakaran hutan. (Pixabay/kikkuru0606).
Jakarta, CNN Indonesia -- Parlemen Perancis akan melakukan voting terkait amandemen Undang-Undang Biodiversity tentang rencana pengenaan pajak progresif terhadap minyak kelapa sawit (CPO) hari ini, Kamis (17/3). Hasil voting tersebut akan sangat menentukan nasib Indonesia dan Malaysia yang merupakan produsen dan eksportir CPO terbesar di dunia.

Proposal pungutan tambahan tersebut diusulkan dengan tujuan untuk mengurangi kerusakan lingkungan yang diduga ditimbulkan akibat ekspansi perkebunan sawit. Dalam proposal tersebut, usulan tarif yang semula disebutkan 300 euro per ton rencananya dipangkas menjadi 90 euro per ton. Namun banyak pihak yang memprediksi keputusan tarifnya akan dua kali lipat dari pajak minyak nabati saat ini yang mencapai 104 euro per ton.

Namun, angin segar masih menghampiri produsen yang mampu membuktikan bahwa minyak yang mereka gunakan memenuhi "kriteria kelestarian lingkungan" . Produk mereka dikecualikan dari Undang-Undang tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pungutan tambahan juga akan menyasar produk kopra dan minyak sawit inti (palm kernel oil) yang biasa digunakan untuk memproduksi produk-produk komersial. Saat ini kedua produk tersebut sudah dikenakan pajak tambahan sebesar 113 euro per ton.

Pajak tersebut rencananya hanya akan dikenakan untuk produk makanan yang mengandung minyak sawit. Produk komestik dan biofuel yang berbahan dasar minyak sawit akan dikecualikan dari pungutan tambahan tersebut.

Indonesia dan Malaysia merupakan dua negara yang paling gencar melancarkan protes keras terhadap rencana parlemen Perancis. Tahun lalu tercatat Perancis mengimpor minyak sawit dari Indonesia mencapai 100 ribu ton, sementara dari Malaysia mencapai 11 ribu ton.

"Ekspor Malaysia ke Perancis memang tidak begitu besar, tapi jika rencana ini terjadi akan ada dampak yang besar bagi negara-negara lainnya," ujar Direktur Kelompok Perkebunan Sawit Kuala Lumpur Kepong (KLK) Roy Lim dilansir dari Reuters, Kamis (17/3).

Indonesia pun mengancam akan menempuh jalur hukum melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Menteri Perdagangan (Mendag) Indonesia Thomas Trikasih Lembong mengungkapkan pajak minyak kelapa sawit yang diatur dalam Amandemen Nomor 367 seperti yang diadopsi oleh Majelis Tinggi Legislatif Perancis pada 21 Januari 2016 dianggap telah melanggar prinsip-prinsip WTO dan General Agrement on Tariff and Trade (GATT) buatan 1994 lalu.

“Saya paham, ini adalah wewenang Parlemen Perancis, namun saya meminta Pemerintah Perancis untuk tidak mengadopsi Amandemen Nomor 367. Sebaliknya, saya meminta Pemerintah Perancis agar dapat bekerja sama dengan Indonesia untuk mengatasi masalah yang terjadi di Perancis yang berkaitan dengan minyak kelapa sawit," tutur Thomas.

Ini bukan upaya pertama yang dilakukan oleh anggota parlemen Prancis untuk mengenakan pajak pada kelapa sawit yang selama ini dianggap sebagai penyebab penebangan dan kebakaran hutan secara masif yang menimbulkan kerusakan keragaman hayati.

Pada tahun 2012 lalu, parlemen Perancis sempat mempertimbangkan untuk mengenakan pungutan tambahan sebesar empat kali atas harga minyak sawit. Proposal tersebut sempat dijuluki sebagai "Pajak Nutella" oleh media Perancis, karena pasta cokelat hazelnut populer tersebut mengandung minyak sawit sekitar 20 persen.

Namun akhirnya rencana pajak tersebut gagal akibat kekuatan lobi dari negara-negara produsen kelapa sawit.

Kampanye pengurangan konsumsi produk makanan berminyak sawit juga gencar dilakukan di Perancis. Kekhawatiran akan bahaya lemak jenuh bagi kesehatan manusia yang dihasilkan oleh minyak sawit telah mendorong beberapa supermarket di negara itu berkomitmen untuk melarang penggunaan minyak sawit dalam produk mereka. Kali ini isu kesehatan tersebut juga diangkat sebagai topik utama oleh parlemen Perancis.

Usai pengambilan voting oleh parlemen Perancis hari ini, diharapkan aturan tersebut akan mulai berlaku mulai Jumat (17/3). Meski nantinya disahkan minggu ini, keputusan parlemen masih bisa berubah di tingkat majelis tinggi. Di tingkat tersebut masih dimungkinkan adanya pengujian kembali materi amandemen pada Mei atau Juni mendatang. Dari proses tersebut nantinya akan diambil jajak pendapat baru yang berlangsung di bulan Juni atau Juli. Berdasarakan aturan hukum Perancis, hasil dari jajak pendapat tersebut lah yang akan menjadi akhir dari segala keputusan. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER