Jakarta, CNN Indonesia --
Rencana pemerintah merealisasikan program penanaman ulang atau replanting tanaman kelapa sawit menggunakan dana pungutan ekspor kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO Fund) terancam molor.
Sebab, saat ini pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit belum memiliki peraturan teknis yang jelas untuk mengatur penggunaan dana tersebut.
Direktur Penyaluran BPDP Sawit, Dadan Kusdiana mengatakan peraturan tersebut diperlukan demi memperjelas skema pelaksanaan
replanting.
Padahal, BPDP Sawit telah menentukan luas lahan yang akan dilakukan penanaman ulang beserta calon petani atau badan usaha yang akan menikmati fasilitas tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Persiapan di lapangan jalan terus. Semua sudah ada, penerimanya juga sudah ada cuma kami lihat aturannya saja yang belum ada. Seperti dana ini bentuknya apa, bagaimana menyalurkannya, padahal kami sedang menunggu peraturan tersebut agar implementasinya bisa berjalan," ujar Dadan di sela-sela International Conference on Palm Oil and Environment (ICOPE) di Nusa Dua, Kamis (17/3).
Dadan menambahkan, sejatinya BPDP Sawit telah menyerahkan segala keputusan terkait teknis replanting kepada Kementerian Pertanian (Kementan).
Namun, kata dia saat ini pihak Kementan belum menentukan pemilihan jenis skema pembiayaan
replanting agar program tersebut bisa berjalan dengan baik.
"Kami menunggu skema pembayarannya nanti mau seperti apa, apakah dalam bentuk hibah atau dana bergulir. Kami memang sudah bilang kalau kami siap diatur, semua persiapan dari kami sudah matang, hanya benar-benar menunggu skemanya mau seperti apa," tuturnya.
Menyusul belum ditetapkan skema pembiayaan, Dadan melanjutkan, BPDP Sawit berharap Kementan mau menggunakan skema bantuan (grant) bagi para petani dalam menyalurkan dana replanting itu.
Namun, kata dia sudah seyogyanya skema grant yang ditawarkan jangan diberikan langsung ke petani namun disalurkan dahulu melalui jasa perbankan.
Di mana dalam sistem tersebut nantinya separuh biaya
replanting akan dibayarkan melalui dana BPDP Sawit, sedangkan separuhnya lagi akan dibiayai menggunakan dana pribadi para petani.
Di samping itu dana pribadi petani yang mendapatkan kewenangan itu juga harus menempatkan uangnya di bank.
"Kami lebih senang dengan cara seperti ini meskipun nantinya harus kembalu menunjuk bank-bank penyalur. Karena kalau tidak begini, dan uang diserahkan langsung, nanti malah dipakai petani untuk bayar anaknya yang sakit dan keperluan personal lainnya," terangnya.
Serahkan ke KementanMenyusul belum ajegnya aturan dan jenis tanaman, BPDP Sawit sendiri akan menyerahkan seluruh keputusan skema pembiayaan
replanting kepada Kementan.
Meski begitu, ia tetap berharap skema pembiayaannya dapat serinci mekanisme pembayaran subsidi bagi penggunaan biodiesel.
Dalam catatannya, saat ini tedapat 47 ribu hektare lahan yang siap untuk dijalan program replanting.
"Anggap saja biayanya Rp 55 juta per 10 hektare," terangnya.
Sebagai informasi, penggunaan dana sawit untuk replanting diatur di dalam Peraturan Presiden (Perpres) no. 61 tahun 2015. Pada pasal 11 beleid tersebut, disebutkan bahwa penggunaan dana CPO Fund dialokasikan untuk lima hal yaitu pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) kelapa sawit, penelitian dan pengembangan kelapa sawit, promosi perkebunan kelapa sawit, peremajaan perkebunan kelapa sawit, dan juga sarana prasarana kelapa sawit.