Raperda Kawasan Tanpa Rokok di Jakarta Dinilai Diskriminatif

CNN Indonesia
Kamis, 17 Mar 2016 11:59 WIB
Pemprov dan DPRD DKI Jakarta diminta lebih fokus mengendalikan polusi asap kendaraan bermotor yang lebih membahayakan kesehatan.
Pemprov dan DPRD DKI Jakarta diminta lebih fokus mengendalikan polusi asap kendaraan bermotor yang lebih membahayakan kesehatan. (CNN Indonesia/Aulia Bintang Pratama).
Jakarta, CNN Indonesia -- Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk lebih fokus mengendalikan asap kendaraan bermotor di Provinsi yang dipimpinnya, dibanding memulai pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok yang diusulkan DPRD.

Enny menilai setiap kebijakan yang dirancang pemerintah, sudah seharusnya tidak memojokkan kelompok tertentu. Menurut dia, harus selalu ada keseimbangan keadilan regulasi.

Pasalnya, instrumen pengendalian untuk rokok saat ini sudah begitu banyak sehingga tidak perlu ditambah lagi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Prinsipnya kan hanya mengendalikan, Undang-Undang (UU) sendiri tidak ada kata melarang rokok. Makanya ada instrumen cukai, kalau mau dilarang itu seharusnya minuman keras," tegas Enny, Kamis (17/3).

Ia mengaku heran, minuman keras yang notabene lebih berbahaya dari tembakau justru selama ini tidak pernah ada protes berlebihan dari aktivis kesehatan, sebagaimana terjadi pada industri tembakau.

Enny mengingatkan, Mahkamah Konstitusi dalam putusan atas uji materi Pasal 115 ayat 1 UU Kesehatan Nomor 36 tahun 2009, dengan tegas memerintahkan agar setiap pengelola ruang publik menyediakan tempat khusus merokok di tempat kerja, tempat umum, instansi pemerintah

Untuk itu, ia berharap DPRD DKI Jakarta dan Pemerintah Provinsi seharusnya lebih memperhatikan aspek polusi dari kendaraan bermotor yang masih bermasalah di Jakarta. Sekaligus tidak terlalu jauh mengatur para perokok.

"Anda bayangkan, ketika di luar area publik, asal knalpot bus umum yang sudah tua juga banyak dihirup warga Jakarta dan juga lebih berbahaya karena timbal besi. Belum lagi knalpot motor-motor yang dimodifikasi, itu juga harus disosialisasikan dampak bahayanya," sindir Enny.

Menurutnya aktivis kesehatan juga tidak boleh egois dengan habis-habisan melarang rokok tembakau karena di UU pun hanya ada kata pengendalian bukan larangan.

"Jangan karena instrumen yang ada tidak efektif, ketika pengendalian gagal, seakan-akan rokok menjadi haram," kritik Enny.

Untuk itu negara wajib berlaku adil dan memberikan kesempatan seluasnya bagi semua pihak untuk berusaha, termasuk kepada Industri Hasil Tembakau (IHT).

Sementara terhadap sektor kesehatan, ada Kementerian Kesehatan yang bertanggungjawab terhadap kesehatan.

Dengan kontribusi IHT melalui pungutan cukai dan pajak yang sudah mencapai 65 persen masuk ke kas negara, sesungguhnya IHT adalah badan usaha milik negara (BUMN) yang dikelola oleh swasta, sehingga yang benar sesungguhnya IHT bersama pemerintah bersinergi.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER