Jakarta, CNN Indonesia -- Begitu kuatnya nilai tukar dolar Amerika terhadap mata uang negara lain di dunia termasuk rupiah, membuat jumlah perusahaan yang melakukan lindung nilai (
hedging) untuk menghindari rugi kurs sepanjang tahun lalu melonjak signifikan.
Bank Indonesia (BI) mencatat nilai
hedging yang dilakukan perusahaan-perusahaan di Indonesia mencapai US$1,84 miliar atau naik 237 persen dibandingkan nilai tahun sebelumnya sebesar US$548 juta.
"Perusahaan-perusahaan besar tahun lalu banyak menerapkan lindung nilai seperti PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), PT Garuda Indonesia Tbk, PT Petrokimia Gresik, dan juga PT Semen Indonesia Tbk," kata Deputi Gubernur BI Hendar di Jakarta, Senin (28/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hendar mengatakan bahwa peningkatan transaksi lindung nilai, yang merupakan penerapan prinsip kehati-hatian dalam mengelola keuangan perusahaan terus meningkat seiring dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/20/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Non-Bank.
Secara keseluruhan, Hendar mencatat nilai transaksi lindung nilai derivatif beli korporasi domestik naik 13 persen menjadi US$36,81 miliar pada 2015 dibanding US$41,61 miliar pada 2014.
“Tahun ini urgensi BUMN melakukan transaksi lindung nilai masih tinggi. Sebab potensi tekanan perekonomian global masih membayangi pasar keuangan domestik. Selain itu, pinjaman luar negeri juga harus dilakukan karena pasar keuangan di Indonesia masih belum terlalu dalam,” jelasnya.
Berkaca pada pengalaman pasca-krisis keuangan global pada tahun 2008, BUMN yang tidak menngoptimalkan transaksi lindung nilai mengalami kerugian yang tinggi akibat volatilitas kurs rupiah.
"Kita ingat, gejolak di pasar keuangan global akhirnya menimbulkan tekanan terhadap kurs. Pada tahun 2013, PLN rugi Rp29,5 triliun, Karakatau Steel rugi Rp777 miliar, dan Garuda Indonesia menurun keuntungannya dari Rp1,4 triliun menjadi Rp6,8 miliar," katanya.
(gen)