Jakarta, CNN Indonesia -- Ombudsman Republik Indonesia menyoroti kenaikan tarif iuran peserta perorangan BPJS Kesehatan kelas I dan II yang mendapat restu dari Presiden Joko Widodo, di tengah berbagai persoalan pelayanan yang belum terselesaikan.
“Kenaikan iuran harus sejalan dengan peningkatan layanan kesehatan bagi masyarakat,” ujar Anggota Ombudsman Adrianus Eliasta Meliala melalui keterangan resmi, Senin (11/04).
Adrianus menegaskan berbagai persoalan yang melingkupi penyelenggaraan BPJS Kesehatan harus diminimalisasi atau bahkan diakhiri. Dari 87 pengaduan masyarakat ke Ombudsman selama periode 2014-2015 terkait pelayanan BPJS Kesehatan, ia mengungkapkan 40 di antaranya merupakan pengaduan terkait tidak diberikannya pelayanan kesehatan oleh penyelenggaran BPJS Kesehatan di daerah.
Belum lagi, tuturnya, terkait pola rujukan ke rumah sakit. Menurut Adrianus, kejelasan mengenai rujukan berjenjang masih belum dipahami masyarakat dan praktik di lapangan kerap merugikan peserta. Dia mencontohkan kasus yang terjadi di RSUP Dokter Karyadi, Semarang, yang menghentikan layanan rawat jalan bagi pasien BPJS di Instalasi Paviliun Garuda dan Instalasi Paviliun Elang.
Soal lain yang perlu menjadi catatan, katanya, proses pengambilan obat yang masih harus menunggu sangat lama. "Keluhan ini disampaikan sebagian masyarakat yang membandingkannya dengan pasein umum lain. Bahkan saat pemeriksaan di laboratorium, biaya pelayanan tidak ditanggung," tuturnya.
Anggota Ombudsman lainnya, Alamsyah Saragih mengatakan lembaganya pada 2015 melakukan kajian sistemik terhadap pelayanan BPJS Kesehatan. Hasilnya, masih ditemukan berbagai persoalan operasional dan pelayanan BPJS Kesehatan.
Dia mengungkapkan, masih ada rumah sakit yang memungut biaya pelayanan kesehatan meski sudah ada BPJS Kesehatan. menurutnya, kurangnya tenaga verifikator yang berdampak pada tidak seimbangnya data pengajuan klaim juga ditemukan dalam kajian ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dampak dari kekurangan tenaga verifikator adalah pengetahuan yang berbeda-beda dalam menilai diagnosis," tuturnya.
Permasalahan lain yang disoroti Ombudsman, lanjut Alamsyah, menyoal sejumlah biaya tindakan suatu penyakit yang melebihi harga paket dan selisih biaya penambahan rumah sakit yang harus ditanggung oleh pasien.
"Oleh karenanya sejumlah persoalan ini tidak boleh terjadi lagi terlebih iuran BPJS Kesehatan sudah naik pasca Perpres 19/2016 diteken," tegas Alamsyah.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo merestui kenaikan iuran peserta perorangan BPJS Kesehatan kelas I dan II menyusul terbitnya Peraturan Presiden Nomor 19 tahun 2016 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam beleid tersebut, iuran BPJS Kesehatan kelas I dan II ditetapkan masing-masing sebesar Rp80 ribu dan Rp51 ribu. Iuran tersebut naik dari sebelumnya sebesar Rp59.500 untuk kelas I dan Rp42.500 untuk kelas II.
(ags)