Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Indonesia mengejar target untuk merombak 40 peraturan demi memperbaiki kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EODB) di Indonesia yang direncanakan Presiden Joko Widodo naik ke urutan 40 pada tahun 2017 dari 109 di tahun ini.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengatakan bahwa salah satu langkah penting dalam proses perbaikan kemudahan berusaha adalah melakukan deregulasi kebijakan dan menyosialisasikannya kepada responden dan masyarakat.
“Perbaikan yang akan dilakukan oleh pemerintah adalah menyesuaikan 40 peraturan, dari rencana tersebut 29 peraturan telah disesuaikan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (11/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Franky, perbaikan yang dilakukan diharapkan meningkatkan partisipasi pelaku usaha dalam negeri dalam perekonomian nasional, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja.
“Berbagai upaya berkelanjutan ini pada akhirnya bertujuan untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat luas. Perbaikan kemudahan berusaha melalui penyederhanaan perizinan merupakan bagian dari Nawa Cita Presiden,” jelasnya.
Franky menambahkan bahwa upaya pemerintah untuk melakukan perbaikan kemudahan berusaha dilakukan terutama untuk meningkatkan partisipasi pelaku usaha dalam negeri sekaligus mengakselerasi pertumbuhan perekonomian nasional.
“Perbaikan dilakukan secara fundamental dengan melihat proses end to end untuk lebih memudahkan dan menyederhanakan prosedur, mempercepat waktu penyelesaian perizinan dan nonperizinan, serta efisiensi biaya dalam melakukan kegiatan usaha,” sebutnya.
Salah satu indikator EODB, lanjut Franky, yakni memulai usaha. Adapun pemerintah telah melakukan berbagai perbaikan di antaranya kalau dulu membutuhkan 13 prosedur, dengan lama 48 hari serta biaya Rp 5,7 juta, maka setelah perbaikan yang dilakukan nantinya akan dipangkas menjadi maksimal menjadi 7 prosedur, 10 hari dan biaya Rp 2,7 juta.
Direktur Riset Core Indonesia M. Faisal menyatakan perlunya pemerintah fokus untuk memperbaiki peringkat di dua indikator yakni indikator kemudahan berusaha (starting a business) dan indikator penegakan kontrak (enforcing a contract).
“Indikator yang pertama Indonesia di peringkat 173 sementara yang kedua Indonesia di peringkat 170,”paparnya.
Faisal menyatakan, dengan perbaikan di dua indikator tersebut, diharapkan maka target Presiden Joko Widodo untuk mencapai peringkat 40 dapat tercapai. Ia menambahkan bahwa Ease of Doing Business saja belum cukup dalam mengukur iklim bisnis yang sehat di suatu negara.
“Indikator tersebut bias, kurang representatif dan bobot indikator dan sub indikator sama. Selain itu, kemudahan berusaha bagi investor perlu memperhatikan kualitas investasi dan iklim bagi pekerja,” ungkapnya.
Direktur Deregulasi BKPM Yuliot menambahkan bahwa BKPM melihat survey indikator EODB sebagai suatu hal yang memiliki arti strategis, karena digunakan oleh berbagai negara untuk melihat iklim berusaha di suatu negara.
“Perbaikan di dalam survey kemudahan berusaha ini diharapkan dapat mendorong minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia,” lanjut.
Sementara itu, Ketua Asosiasi UKM Indonesia M. Ikhsan Ingratubun menyampaikan pengusaha UKM Indonesia tentu berharap bahwa perbaikan dalam hal survey juga tercermin secara nyata dalam kemudahan berbisnis di Indonesia.
“Sehingga jelas bahwa perbaikan kemudahan berusaha ini sebesar-besarnya untuk rakyat Indonesia,” pungkasnya.
(gir)