Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mempertimbangkan untuk mengenakan cukai atas konsumsi botol plastik minuman kemasan sejalan dengan strategi ekstensifikasi objek pungutan.
"Usulan barang kena cukai lain, sedang dikaji untuk kemasan plastik dalam bentuk botol minuman," kata Kepala Kepabeanan dan Cukai Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nasrudin Joko Suryono di Hotel Sahid, Jakarta, Selasa (12/4).
Terkait besaran tarif cukai, Nasrudin belum bisa mengungkapkan. Namun, kemungkinan besar skema pengenaan cukai atas botol minuman plastik menggunakan tarif spesifik. Tarif spesifik atas cukai biasanya dengan menetapkan persentase tertentu atas harga jual eceran produk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak akan terlalu tinggi,Misalnya Rp500 per botol. Itu kan (terlalu) tinggi banget," katanya.
Nasrudin mengungkapkan selama ini cukai atau istilahnya 'pajak dosa' hanya dikenakan untuk produk hasil tembakau, etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol dan minuman keras. Minimnya obyek cukai tersebut mendorong pemerintah melakukan upaya ekstensifikasi.
Menurutnya, alasan pengenaan cukai terhadap botol minuman plastik karena keberadaaan bisa merusak lingkungan.
"Cukai dikenakan (pada botol minuman plastik) karena alasan menjaga kelestarian lingkungan sebab sampah plastik baru bisa terurai dalam waktu 100 tahun," ujarnya.
Dia mengatakan, pemerintah memperkirakan kebutuhan plastik di Tanah Air pada tahun ini meningkat 6,6 persen, dari 3 juta ton pada 2015 menjadi 3,2 juta ton. Pertumbuhan konsumsinya, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan perekonomian.
Dari sisi kesehatan, lanjut Nasrudin, pengenaan cukai atas produk kemsan plastik ini juga diharapkan bisa menekan konsumsi minuman manis dalam kemasan.
Sebagai pembanding, lanjut Nasrudin, Ghana, Hungaria, dan India telah lebih dulu memungut cukai dari botol minuman plastik. Bahkan, Ghana memungut cukai sebesar 10 persen karena alasan pencemaran lingkungan.
Masuk APBNP 2016 Terkait potensi penerimaan yang akan diterima negara dan besaran cukai yang akan dipungut Nasrudin menyatakan hal itu masih dikaji.
"Kami lagi kaji berapa besarannya (tarif cukai botol minuman plastik). Nanti akan masuk di (pembahasan) APBN-P (APBN-P 2016)," ujarnya.
Secara terpisah, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman tegas menolak rencana pengenaan cukai atas produk kemasan minuman plastik.
"Kami seratus persen menolak. Kami tidak ada kompromi tentang ini," ujar Adhi.
Menurut Adhi, dasar pemungutan cukai pada botol minuman plastik tidak kuat. Apabila menggunakan alasan kelestarian lingkungan, Gapmmi memiliki bukti bahwa botol minuman plastik hampir sulit ditemukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah.
"Hal itu karena botol minuman plastik telah diambil orang untuk didaur ulang," ujarnya.
Selain itu, Adhi pesimistis pemerintah mampu mengimplementasikan kebijakan itu dengan baik, terutama dalam hal penegakan hukum dan pengawasan.
"Nanti rumah tangga yang berjualan menggunakan botol plastik untuk jus, kopi, menagih cukainya bagaimana?" tanyanya.
Sebagai informasi, tahun ini pemerintah menargetkan penerimaan cukai sebesar Rp146,4 triliun dalam APBN 2016. Hingga kuartal I 2016, realisasi setoran cukai baru mencapai Rp7,9 triliun atau 5,4 persen dari target.
(ags)