Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memprediksi, defisit yang timbul akibat selisih antara pembayaran manfaat dan penerimaan iuran program bisa tembus Rp9,25 triliun hingga akhir tahun nanti.
Membengkaknya defisit itu, menurut Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan Mundi Harmo disebabkan naiknya jumlah peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di tahun ini.
Namun demikian, ia menjelaskan angka defisit itu berpotensi menciut seiring dengan adanya tambahan penerimaan iuran, baik dari iuran peserta baru maupun kenaikan tarif iuran yang baru berlaku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hitung-hitungan BPJS Kesehatan, tambahan penerimaan iuran dari kenaikan bisa mencapai Rp2,19 triliun. Kenaikan iuran ini sudah tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan.
"Berdasarkan Rancangan Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2016, potensi defisit tahun ini Rp9,25 triliun. Namun, dengan adanya tambahan penerimaan iuran dari kenaikan iuran, kami proyeksikan ada penambahan Rp2,19 triliun. Jadi, kemungkinan defisitnya Rp7 triliun," ujar Mundi, Rabu (13/7).
Dalam Perpres disebutkan, besaran iuran kelas I yang semula Rp59.500 per bulan menjadi Rp80 ribu per bulan. Iuran kelas II naik dari Rp42.500 menjadi Rp51.000. Sementara, iuran kelas III tidak mengalami penambahan alias tetap Rp25.500.
Menurut Mundi, defisit antara pembayaran manfaat dan penerimaan iuran terjadi karena tarif iuran yang baru belum memenuhi kebutuhan tarif hitung-hitungan BPJS Kesehatan. Berdasarkan perhitungan BPJS Kesehatan, iuran peserta kelas III seharusnya dikenakan Rp36.000 dan kelas II sebesar Rp63.000.
Selain menambal dari tambahan iuran, untuk menangani defisit tahun ini, pelaksana program wajib pemerintah tersebut telah mengajukan permohonan penyertaan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Namun, saat ini, manajemen BPJS Kesehatan dan Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan sendiri masih melakukan hitung-hitungan alokasi yang sesuai. Informasi saja, tahun lalu, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 5 triliun yang digunakan sebagai dana cadangan untuk menutup defisit BPJS Kesehatan.
Hingga Februari 2016, jumlah Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) BPJS Kesehatan sekitar 15,8 juta. Jumlah PBPU I sebanyak 3,9 juta peserta dan PBPU II berkisar 3,7 juta. Potensi penambahan iuran dari kenaikan iuran di kelompok PBPU kelas I sebesar Rp719,55 miliar danRp 283,05 miliar dari PBPU kelas II.
Sedangkan, pembatalan kenaikan iuran kelas III telah memupuskan harapan BPJS Kesehatan mengantongi penambahan iuran sebesar Rp328,05 miliar dari total 8,1 juta peserta di kelompok ini.
(bir/gen)