Wakil Menteri Keuangan Tantang Ahok Genjot Setoran Pajak

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Kamis, 14 Apr 2016 16:39 WIB
Gubernur Ahok dinilai belum cakap mengoptimalkan penerimaan pajak dari perusahaan maupun warga yang ada di Jakarta.
Gubernur Ahok dinilai belum cakap mengoptimalkan penerimaan pajak dari perusahaan maupun warga yang ada di Jakarta. (CNN Indonesia/Andry Novelino).
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai kinerja Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta masih belum optimal dalam hal memungut pajak. Hal itu terlihat dari kecilnya pertumbuhan Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak untuk ibukota Indonesia tahun ini.

Berdasarkan catatan Kemenkeu, DBH Pajak Jakarta dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 adalah Rp13,80 triliun atau hanya naik 9 persen dari DBH Pajak tahun sebelumnya Rp12,65 triliun.

DBH Pajak berasal dari Penerimaan Negara atas Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi (OP) dalam Negeri atas PPh menurut Pasal 25 dan Pasal 29 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) serta PPh atas Pemungutan/Pemotongan Penghasilan Wajib Pajak menurut Pasal 21 UU PPh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melihat kondisi itu, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menantang Gubenur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk meningkatkan DBH Pajak dengan mendorong penerimaan PPh OP dan badan.

“Saya tantang Pak Ahok untuk meningkatkan dana bagi hasil pajak karena menurut perhitungan saya masih terlalu kecil (DBH Pajak),” tutur Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) DKI Jakarta, di kantor Balai Kota Jakarta, Kamis (14/4).

Incar Hotel dan Restoran

Menurut Mardiasmo, Pemprov DKI sebaiknya lebih tegas dalam memungut pajak terutama untuk pajak hotel dan restoran. Apabila penerimaan pajak naik, DBH Pajak yang diterima DKI meningkat. Pasalnya, Penerimaan Negara atas PPh Pasal 25/29 dan PPh Pasal 21 dibagikan kepada daerah sebesar 20 persen dengan rincian 8 persen untuk provinsi yang bersangkutan dan 12 persen untuk kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

“Bapak (Ahok), buat surat edaran saja karena sekarang diimbau tidak mempan. Surat Edaran yang isinya kalau hotel dan restoran di DKI Jakarta tidak membayar pajak dengan benar maka ditutup,” ujarnya.

Sementara, untuk mendongkrak penerimaan pajak WP OP, pemerintah pusat saat ini telah bekerja sama dengan asosiasi profesi untuk memungut pajak bagi para profesional non karyawan seperti pengacara, akuntan, dokter, hingga pekerja seni.

“Sekarang pemerintah pusat sedang berusaha bekerja sama dengan asosiasi profesi seperti artis, pengacara, akuntan, dokter, yang bukan karyawan, yang selama ini agak sulit dalam membayar pajak. Bisa tidak nanti Pak Gubernur juga seperti itu?” ujar Mardiasmo.

Selanjutnya, Mardiasmo mengajak Ahok untuk menyinkronkan data profil WP OP, misalnya jumlah kendaraan bermotor yang dimiliki, guna melihat apakah profil WP OP terkait telah sesuai dengan pajak yang dibayarkan.

"Data orang yang memiliki mobil lebih dari satu dan mewah-mewah itu roda empatnya apakah sudah bayar PPh? Mungkin PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) sudah bayar tetapi PPh-nya barangkali belum. Jadi, datanya disinkronkan sehingga tahu profilnya cocok atau tidak," ujar mantan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ini.

Secara terpisah, Ahok mengakui ada ketidaksinkronan data pelaporan pajak yang dimiliki oleh Pemprov dengan pemerintah pusat. Hal itu mengindikasikan adanya ketidaksesuai pelaporan pajak dari WP OP maupun Badan di DKI Jakarta.

“Sekarang kami kombinasikan, kami sinkronkan pajak pembangunan yang dibayarkan hotel, restoran, dan hiburan dicocokkan dengan pajak penghasilan yang dibayarkan ke pusat dari situ juga tidak sinkron ternyata. Jadi banyak orang melaporkan penghasilannya itu tidak sesuai,” ujarnya. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER