Jakarta, CNN Indonesia -- Institut for Development of Economic and Finance (Indef) menilai keputusan Bank Indonesia mengubah acuan suku bunga bank, dari BI rate menjadi 7 days reverse repo rate (BI 7-D Repo) belum sepenuhnya mengatasi inefektivitas kebijakan moneter.
Ekonom Indef Dzulfian Syafrian menilai penggunaan BI 7-D Repo menunjukkan tidak efektifnya penggunaan BI rate selama ini dalam mengontrol perkonomian nasional, khususnya dari sisi moneter dan perbankan. Dia menganggap kelemahan dari sisi kebijakan moneter selama ini mengakibatkan struktur pasar keuangan Indonesia kurang efisien, timpang dan dangkal.
"Singkat kata, BI repo rate bisa jadi obat sementara, namun operasi besar berbagai penyakit dalam pasar keuangan Indonesia harus tetap terus digalakkan," ujarnya kepada CNN Indonesia, Minggu (17/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, pangkal masalah dari efektivitas kebijakan terletak pada dua hal, yakni struktur pasar keuangan dan kredibiltas BI. Struktur pasar keuangan Indonesia dinilainya sangat tidak berkembang dan terlalu bank-sentris. Hal itu tercermin dari sebagian besar transaksi keuangan yang masih sangat mengandalkan peran bank.
"Sedangkan sektor keuangan lainnya seperti pasar modal, dana pensiun, asuransi, masih sangat kecil perannya bagi sektor keuangan Indonesia," tuturnya.
Alhasil, lanjutnya, bank-bank memiliki posisi tawar yang sangat tinggi sehingga membuat kebijakan BI tidak efektif jika tidak direspon oleh dunia perbankan. Selain itu, jelas Dzulfian, struktur perbankan Indonesia juga tidak efisien, karena selain terlalu banyak bank, struktur dana pihak ketiga (DPK) juga hanya terkonsentrasi oleh beberapa rekening.
Apabila mengutip data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), kata Dzulfian, hanya sekitar 1 persen nasabah yang menguasai lebih dari setengah DPK perbankan Indonesia. "Data ini menunjukkan bahwa ketimpangan kepemilikan modal di Indonesia sungguh luar biasa," katanya.
Dia menambahkan, penguasaan modal oleh segelintir orang atau struktur perbankan yang timpang Ini menjadi penyebab utama inefektivitas kebijakan moneter. Pasalnya, suku bunga perbankan menjadi rigid dan kaku atau cenderung sulit turun dan sebaliknya sangat mudah naik.
"Selama struktur perbankan kita masih seperti ini, kebijakan moneter di Indonesia akan kurang menggigit," tuturnya.
Terkait kredibilitas BI, Dzulfian mengatakan ini sangat tergantung dari rekam jejak BI dalam memprediksi dan mengontrol perekonomian Indonesia selama ini. Apabila prediksi BI sering melesat dari target, misalkan target inflasi, maka semakin rendah pula kredibilitas BI di mata publik atau pelaku pasar.
"Selain itu, pernyataan-pernyataan para petinggi BI juga menjadi faktor penting kredibilitas BI ini. Semakin dipercaya dan kredibel berbagai pernyataan tersebut, semakin efektif pula kebijakan yang BI terapkan," terangnya.
(ags)