Bos OJK Sindir Bank yang Gemar Lakukan Prop Trading

Christine Novita Nababan | CNN Indonesia
Jumat, 29 Apr 2016 13:25 WIB
Prop trading merupakan transaksi perdagangan instrumen investasi, seperti saham, obligasi, mata uang asing dan komoditas untuk kepentingan bank sendiri.
Muliaman D. Hadad, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan mendeskripsikan prop trading sebagai transaksi perdagangan instrumen investasi, seperti saham, obligasi, mata uang asing dan komoditas untuk kepentingan bank sendiri. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa).
Jakarta, CNN Indonesia -- Muliaman D. Hadad, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyindir bank-bank yang gemar beraktivitas proprietary trading (prop trading). Menurut dia, bank-bank tersebut telah mengabaikan peran dan fungsi utamanya sebagai intermediari.

Prop trading merupakan transaksi perdagangan instrumen investasi, seperti saham, obligasi, mata uang asing dan komoditas. Transaksi ini dilakukan untuk kepentingan bank itu sendiri, bukan untuk nasabah.

“Hasil surveillance (pengamatan) yang kami lakukan menunjukkan, aktivitas prop trading dalam pasar valuta asing oleh beberapa bank nampak lebih dominan jika dibandingkan dengan peran bank-bank tersebut sebagai lembaga intermediasi,” ujarnya, dalam pembukaan Association Cambiste Internationale World Congress 2016, di Jakarta, Jumat (29/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal, belajar dari krisis keuangan global yang terjadi, Muliaman mengungkapkan, studi empiris International Monetary Fund (IMF) pada 2014 menyebut, setidaknya ada empat faktor yang mendorong terjadinya krisis.

Pertama, terkait dengan peningkatan kredit yang tidak dibarengi dengan standar pemberian kredit yang baik, sehingga menciptakan kredit masalah dalam jumlah besar. Kedua, apresiasi nilai aset yang berlangsung sangat cepat, khususnya di sektor properti.

Ketiga, yakni terkait dengan penciptaan instrumen-instrumen keuangan baru yang kompleks dengan sejumlah risiko yang belum dipahami dan tidak dikelola dengan baik. Keempat, liberalisasi dan deregulasi sektor keuangan yang memungkinkan bauran antara bank investasi dengan bank komersial belum seimbang.

“Pendalaman pasar keuangan akan membahayakan stabilitas sektor jasa keuangan, apabila tidak dibarengi dengan tersedianya infrastruktur yang sepadan, termasuk pengaturan dan pengawasan yang memadai, serta penerapan manajemen risiko yang robust,” tutur Muliaman. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER