Ditjen Pajak Inisiator RPP Deklarasi Pajak

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Jumat, 29 Apr 2016 13:01 WIB
DJP menyatakan kemungkinan besar tarif uang tebusan Deklarasi Pajak akan lebih besar, merujuk pada ketentuan di UU Pajak Penghasilan (PPh).
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Mekar Satria Utama (tengah), Kepala Kanwil Ditjen Pajak Jawa Barat II Angin Prayitno (kanan), Direktur Bina Narapidana dan Pelayanan Tahanan Imam Suyudi (kiri), bersalaman usai memberi keterangan pers terkait penunggak pajak yang dilakukan penyanderaan (gijzeling), di Lapas kelas III Bekasi, Jawa Barat, Rabu (12/8). (Antara Foto/Risky Andrianto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengaku sebagai inisiator utama dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Deklarasi Pajak. Cadangan beleid ini disiapkan jika Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjegal Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (tax amnesty) di parlemen.

"(RPP Deklarasi Pajak) memang berdasarkan masukan DJP, alternatif bila UU TA (tax amnesty) tidak disahkan DPR," ujar Mekar Satria Utama, Direktur P2 Humas DJP kepada CNNIndonesia.com, Jumat (29/4).


Pada prinsipnya, kata Satria, tujuan dari RPP Deklarasi Pajak tidak berbeda dengan RUU Tax Amnesty, yakni menarik pulang dana-dana wajib pajak yang diendapkan di luar negeri. repatriasi aset sangat dibutuhkan pada saat ini guna memperkuat basis perpajakan di tengah upaya DJP melakukan reformasi perpajakan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi mekanisme seperti tax amnesty bisa tetap dijalankan, tetapi hanya berdasarkan PP (peraturan Pemerintah)," jelasnya.

Karena hanya berbentuk PP, lanjut Satria, maka kemungkinan besar tarif uang tebusannya akan merujuk pada ketentuan Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan (PPh). Namun, ia belum berani memastikan soal tarif karena masih harus dibahas di internal pemerintah.

Dalam UU PPh, wajib pajak orang pribadi dikenakan tarif berjenjang tergantung dengan tingkat penghasilan kena pajak, yakni mulai dari 5 persen, 15 persen, 25 persen, atau maksimal 30 persen. Sedangkan tarif PPh untuk wajib pajak badan ditetapkan sebesar 28 persen.

UU tersebut juga menegaskan soal sanksi pidana bagi para pengemplang pajak, yakni berupa denda pajak maksimal 200 persen atau kurung penjara paling lama 1 tahun penjara.


Sementara dalam RUU Pengampunan Pajak, WP yang hanya melaporkan kekayaannya ke DJP diwajibkan membayar uang tebusan dengan tarif berjenjang mulai dari 2 persen, 4 persen, atau 6 persen. Sedangkan untuk WP yang melaporkan sekaligus merepatriasi asetnya dikenakan tarif uang tebusan yang lebih rendah, yakni mulai dari 1 persen, 2 persen, atau 3 persen.

"Kemungkinan besar, karena tarif diatur UU PPh, jadi tidak bisa melewati (batas tarif) di UU PPh. Tapi itu masih akan dibahas," tuturnya.

Soal potensi aset repatriasi, Satria masih belum bisa menyebutkan besarannya. Menurutnya, agak sulit untuk menerka berapa besar dana wajib pajak yang disembunyikan di luar negeri walaupun banyak riset yang menyatakan jumlahnya mencapai ribuan triliun rupiah.

"Jadi kita belum tahu berapa besar yang akan masuk dan berapa jumlahnya di luar negeri," katanya. (ags/gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER